REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Legislasi DPR telah menerima draf dan naskah akademik RUU Farmasi dan praktik keapotekeran pada 23 September 2021. Adapun penyerahan draf RUU ini menjawab proses advokasi yang panjang dengan berbagai stakeholder, organisasi masyarakat, dan fraksi-fraksi DPR.
Ketua Badan Legislasi DPR Supratman Andi Agtas mengatakan, ketahanan farmasi nasional sangat menentukan derajat kesehatan masyarakat pada masa pandemi. “Kami mengapresiasi setiap perjuangan keprofesian, terutama dikaitkan ketahanan farmasi nasional,” ujarnya dalam keterangan resmi, Sabtu (25/9).
Sementara itu, Ketua Masyarakat Farmasi Indonesia (MFI) Mufti Djusnir menambahkan, pertemuan antara MFI dengan Baleg DPR merupakan tahapan proses politik yang penting. Khususnya, dalam pengesahan RUU Farmasi dan praktik keapotekeran menjadi undang-undang
“Semakin cepat disahkannya RUU tersebut, maka permasalahan farmasi di Indonesia akan semakin cepat teratasi, sehingga RUU ini menjadi tonggak perjuangan bangsa Indonesia dalam mencapai kemandirian farmasi nasional secara bertahap,” ucapnya.
Apoteker Ahmad Subagiyo menambahkan, draft dan naskah akademik RUU Farmasi dan Praktik Keapotekeran merupakan jawaban atas ketidakadilan yang kerap dialami oleh sejawat apoteker di Indonesia. “Penyelenggaraan praktik keapotekeran harus dilindungi UU," tegas dia.
"Sebab, penyelenggaraan praktik keapotekeran merupakan upaya untuk menjamin aspek keamanan, khasiat/kemanfaatan dan mutu perbekalan farmasi yang beredar; ketersediaan, pemerataan, dan keterjangkauan perbekalan farmasi,” katanya lagi.
Sekaligus perlindungan masyarakat dari penggunaan obat yang salah, penyalahgunaan obat dan efek negatif penggunaan obat hewan, penggunaan obat yang rasional serta upaya kemandirian bidang farmasi melalui pemanfaatan sumber daya dalam negeri melalui penelitian dan pengembangan sediaan farmasi, dalam rangka mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.
Apoteker lainnya, Fidi Setiawan, menjelaskan, perjalanan draf dan naskah akademik RUU Farmasi dan Praktik Keapotekeran sudah berlangsung sejak 2019, melibatkan berbagai pihak, mulai berbagai stakeholder, akademisi dan praktisi.
“Proses RUU ini masih panjang, sehingga memerlukan kekompakan seluruh elemen farmasi dan apoteker di Indonesia. Kami berharap mari bersatu padu mendukung RUU yang secara nyata mengatur praktik keapotekeran,” ucapnya.