REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Tak perlu panik jika melihat orang yang tiba-tiba tak sadarkan diri akibat henti jantung, karena orang awam pun bisa memberikan pertolongan.
Dokter spesialis jantung dan pembuluh darah dari Universitas Indonesia, dr Radityo Prakoso, SpJP(K), dalam webinar "Selamatkan Nyawa dengan Teknik Resusitasi yang Tepat", Sabtu (25/9), mengatakan mengatakan semua orang dapat melakukan bantuan hidup jantung dasar (BHJD) sebagai tindakan penyelamatan nyawa setelah terjadi henti jantung.
"Kematian akibat penyakit jantung penyebab utamanya adalah henti jantung mendadak. Ternyata, henti jantung ini kalau ditolong dalam rentang waktu lima menit, keberhasilannya bisa baik," kata dr Radityo.
BHJD merupakan gabungan dari pengamatan dan tindakan yang tidak terputus. Komponen yang harus dikuasai dalam melakukan oleh penolong adalah menilai keadaan pasien, kompresi dada yang baik, penggunaan alat defibrilasi otomatis (AED), dan penilaian pergerakan dada serta pemberian bantuan nafas yang baik.
Adapun tahapan BHJD secara umum adalah memastikan lingkungan sekitar aman, mengecek respons pasien, mengaktifkan sistem emergensi, chest compression (kompresi dada), airway (jalan nafas), dan breathing (pernafasan).
"Sebelum menolong, pastikan lingkungannya aman untuk melakukan resusitasi. Misalnya, kalau pasien di tengah jalan ya ke pinggirkan dulu, atau kalau dia kesetrum ya sumber listriknya dimatikan dulu," jelas dr Radityo.
"Lalu mengapa harus kompresi dada sebelum airway? Karena pada henti jantung, tekanan rata-rata oksigen dalam arteri umumnya masih baik, sehingga pemberian oksigen pada henti jantung tidak terlalu penting," lanjutnya.
Namun di masa pandemi ini, dr Radityo mengingatkan bahwa dalam BHJD, penolong hanya dapat melakukan tahap kompresi dada dan tidak boleh melakukan airway dan breathing sebagai upaya pencegahan penularan virus Covid-19.
Selanjutnya, dr Radityo, mengatakan ada sedikit perbedaan dalam melakukan BHJD untuk bayi, anak-anak, orang dewasa, ibu hamil, dan pasien dengan kondisi khusus.
Radityo mengatakan, BHJD terhadap orang dewasa dapat dilakukan jika terdapat indikasi henti jantung, henti nafas, dan korban tidak sadarkan diri. Pertama, cek respons dengan lakukan tepukan pada bahu pasien sambil memanggil. Jika tidak ada respons, cari bantuan atau menelepon ambulans.
Selanjutnya, lakukan kompresi dada. Teknik kompresi dada adalah dengan membaringkan pasien di alas yang keras. Kemudian tekan di setengah bagian bawah tulang dada dengan kecepatan 100 hingga 120 kali per menit dan kedalaman 5 hingga 6 sentimeter.
Saat melakukan kompresi dada, posisi tangan penolong harus lurus. Satu tangan ditempel dengan dada pasien sementara tangan yang lain berada di bagian atas. Pastikan kedua siku lurus.
Setelah kompresi dilakukan sebanyak 30 kali, langkah selanjutnya adalah airway dengan mengangkat kepala secara perlahan.
Satu tangan mengangkat dagu dan tangan lainnya mendorong dahi. Langkah berikutnya adalah breathing. Berikan bantuan nafas sampai dada mengembang selama satu detik melalui mulut ke mulut, mulut ke hidung, mulut ke sungkup, menggunakan alat kantung pernafasan.
Radityo mengatakan, jika ada dua penolong, maka tiap penolong harus mengerti peranan masing-masing. Penolong yang melakukan kompresi dada memberikan pedoman yakni menghitung dengan suara yang kuat. Perputaran antarpenolong dilakukan setiap lima siklus atau dua menit.
Penggunaan AED dikerjakan pada irama jantung penyebab henti jantung mendadak di luar rumah, yakni ventrikel fibrilasi. Semakin lama defibrilasi, keberhasilannya semakin berkurang.
"Ventrikel fibrilasi ini jika didiamkan saja akan berubah menjadi asistol, yaitu ritme jantung yang mengancam nyawa," ujar Radityo.