REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Aparat kepolisian diminta tak terburu-buru menyimpulkan para pelaku penyerangan ulama, ustaz, dan pengrusakan rumah ibadah Islam, sebagai orang dengan gangguan jiwa (ODGJ), alias gila. Menteri Kordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD memerintahkan, agar kepolisian, tetap melakukan penangkapan, penyelidikan, dan penyidikan terhadap para pelaku penyerangan, untuk dibawa ke proses pengadilan.
Mahfud menegaskan hal tersebut, menyusul maraknya kembali aksi-aksi penyerangan, yang menyasar tokoh-tokoh agama, dan rumah ibadah Islam di sejumlah wilayah baru-baru ini. “Pemerintah menyatakan sangat menyesalkan kejadian-kejadian tersebut, dan mengutuk para pelakunya,” ujar Mahfud dalam siaran pers resmi via laman Youtube Kemenko Polhukam, Sabtu (26/9).
Dia meminta agar kepolisian, mengusut tuntas kasus-kasus tersebut, dengan tetap membawa para pelakunya ke depan hakim. Mahfud pun mengingatkan, agar kepolisian, tak gampang latah dalam merespons peristiwa-peristiwa serupa yang kerap terjadi. Seperti dengan mengambil jalan pintas kesimpulan, ke arah pengakuan gila dari para pelaku, maupun keluarganya.
Mahfud mengatakan, otoritas yang berhak menyatakan pelaku perbuatan pidana sakit jiwa, atau tidak, adalah hakim di pengadilan. Karena itu, Mahfud, mengatakan, meskipun ada pengakuan dari kerabat, maupun keluarga yang menyatakan pelaku penyerangan adalah ODGJ, kepolisian tetap harus menangkap, dan membawanya ke meja hakim. “Pemerintah tidak sependapat kalau setiap pelaku itu, harus dianggap orang gila. Kalau ada keraguan apakah yang bersangkutan sakit jiwa atau tidak, itu biar hakim yang memutuskan. Dibawa saja ke pengadilan, agar terungkap, kalau memang gila atau sakit jiwa pelakunya biar pengadilan yang memutuskan,” kata Mahfud.
Dalam sepekan terakhir, tiga peristiwa brutal yang menyasar tokoh agama, dan ustaz, serta penyerangan terhadap rumah ibadah Islam di sejumlah daerah. Sabtu (18/9), peristiwa penembakan menewaskan Armand, alias Alex seorang tokoh agama di Pinang, Tangerang. Pada Senin (20/9), Ustaz Abu Syahid Chaniago, saat mengisi ceramah dan zikir bersama di Masjid Baitusyakur, Batu Ampar, Batam mengalami penyerangan yang dilakukan seorang laki-laki. pada Sabtu (25/9), seseorang melakukan penyerangan dengan membakar mimbar Masjid Raya Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel).
Terkait peristiwa pertama, pengungkapan yang dilakukan Polda Metro Jaya, sampai hari ini belum berhasil menangkap pelaku penembakan. Sedangkan peristiwa kedua, Polresta Barelang, dan Polda Kepulauan Riau (Kepri) berhasil mengidentifikasi pelaku penyerangan berinisial H.
Akan tetapi belakangan, terhadap si pelaku penyerangan, dikatakan sebagai ODGJ yang sudah tiga tahun keluar-masuk perawatan Rumah Sakit Jiwa (RSJ) di Banda Aceh. Kasus tersebut, pun terancam dihentikan penyidikannya karena H, yang disebut gila.
“Jadi dugaan sementara kejadian penyerangan yang terjadi di Masjid Baitusyakur Batam, diduga dilakukan oleh ODGJ,” kata Kabag Penum Humas Mabes Polri, Komisari Besar (Kombes) Ahmad Ramadhan, saat ditemui di Mabes Polri, Jakarta, Jumat (24/9). Karena H dianggap gila, Ramadhan menambahkan, kepolisian setempat akan segera memutuskan nasib hukum dari peristiwa penyerangan tersebut.
“Ya memang kalau seandainya nanti yang bersangkutan dinyatakan gangguan jiwa, maka sesuai undang-undang, kasus tersebut, dihentikan,” terang Ramadhan.
Adapun terakait peristiwa pembakaran di Masjid Raya Makassar, tim Jatanras Polrestabes Makassar, pada Sabtu (25/9), menangkap seorang pemuda berinisial KB di wilayah Tinumbu. Pemuda 27-an tahun tersebut, langsung ditetapkan sebagai tersangka, dan ditahan. Kepolisian setempat, menjerat KB dengan Pasal 187 ayat (1) dan (2) KUH Pidana, terkait aksi sengaja melakukan pembakaran yang membahayakan. KB terancam hukuman 15 tahun penjara.