REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Keberadaan seseorang yang mengaku raja Angling Dharma di Pandeglang, sempat menghebohkan publik. Istana raja Angling Dharma itu berada di Desa Pandat, Kecamatan Mandalawangi, Pandeglang.
Menanggapi hal ini, Anggota DPR RI yang juga budayawan Jawa Barat Dedi Mulyadi menilai, sah-sah saja ada seseorang yang mengaku raja di Pandeglang. Apalagi, orang itu sangat dermawan.
Dedi menjelaskan, seorang raja berbeda dengan sarjana yang memperoleh gelar harus melalui pendidikan. Sementara seorang raja itu, tanpa sertifikat.
Terpenting, kata dia, seseorang tidak boleh mengaku raja di daerah yang secara historis memiliki kerajaan. "Misalnya, jangan mengaku sultan di Cirebon karena sudah ada rajanya. Di DIY juga sama, jangan mengaku raja karena sudah ada," ujar Dedi dalam siaran persnya, Ahad (26/9).
Menurut Dedi, seseorang boleh mengaku raja asal bermanfaat bagi kehidupan masyarakat. "Kalau berderma bagi masyarakat, membantu warga miskin, menyekolahkan anak yatim, membangun infrastruktur dan lain-lain, dari uang raja yang tak memungut upeti, itu keren. Saya malah berharap setiap desa ada raja," papar Dedi.
Pemilik Angling Dharma di Pandeglang sendiri, selama ini dikenal sebagai orang yang dermawan. Bahkan, membantu membangunkan rumah puluhan penduduk.
Menurut Dedi, jika di Indonesia banyak raja seperti itu, masyarakat akan sejahtera. "Kalau banyak raja berderma, Indonesia akan sejahtera," katanya.
Menurut Dedi, yang dilarang itu adalah mengaku raja dan mendapat uang dari pungutan. "Itu namanya preman," katanya.