REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) memberi masukan kepada Kementerian Pendidikan, Kebudayaan Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) dan pemerintah daerah (Pemda) soal pembelajaran tatap muka (PTM) terbatas. Sekjen FSGI Heru Purnomo mengatakan Kemendikbudristek dianjurkan segera melakukan rapat evaluasi soal 118 ribu sekolah di wilayah Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) level 1-3 yang telah menggelar PTM terbatas.
Hal ini dilakukan supaya mengetahui ada contoh baik dan contoh buruk yang berdampak pada klaster sekolah sehingga itu bisa menjadi pelajaran bagi semua satuan pendidikan. Selain itu, FSGI mendorong pengawasan gugus tugas daerah dan dinas agar dapat mengontrol penerapan 3M, yaitu memakai masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak.
“FSGI mendapat laporan dari sejumlah Serikat Guru Indonesia (SEGI/SGI) daerah terjadi sejumlah pelanggaran protokol kesehatan terutama 3M. Di antaranya, masker diletakkan di dagu, masker digantungkan di leher, tempat cuci tangan yang tidak disertai air mengalir dan sabun, bahkan sebagian guru dan siswa tidak bermasker,” kata Heru dalam keterangan pers yang diterima Republika.co.id, Ahad (26/9).
Tak hanya itu, FSGI juga mendorong percepatan dan pemerataan distribusi vaksinasi anak usia 12 hingga 17 tahun karena masih rendahnya capaian vaksinasi di wilayah luar Jawan dan pedesaan. Untuk jenjang pendidikan PAUD, TK, dan SD kelas 1-3, FSGI merekomendasikan agar Pemda tidak menggelar PTM mengingat rentannya penularan dan anak-anak dalam usia itu belum divaksin.
Pemda diminta untuk melakukan penguatan 3T, yaitu testing, tracing, dan treatment agar angka positivity rate terlihat yang menggambarkan kondisi sesungguhnya suatu wilayah. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), angka positivity rate yang baik adalah di bawah lima persen dan aman untuk PTM.
Lebih lanjut, Heru mengatakan FSGI menyarankan untuk sementara waktu tidak menggunakan ketentuan harus memiliki ijazah TK saat akan mendaftar jenjang pendidikan SD. “Ini dilakukan supaya orang tua tidak menyekolahkan anak di TK selama pandemi karena alasan ekonomi dan pilih mengajarkan anak sendiri daripada harus melalui sekolah daring,” ujar dia.