Senin 27 Sep 2021 06:01 WIB

Investor Nantikan Ekspansi Bisnis Holding UltraMikro BRI

Pembentukan holding ultramikro dapat menciptakan ekosistem pembiayaan yang besar.

Rep: Novita Intan/ Idealisa Masyrafina/ Red: Gita Amanda
Menteri BUMN Erick Thohir (kedua dari kanan), Dirut Pegadaian Kuswiyoto (kiri), Dirut BRI Sunarso (kedua dari kiri), dan Dirut PNM Arief Mulyadi (kanan) saat penandatangan perjanjian pengalihan saham dalam rangka pembentukan Holding Ultramikro di Jakarta, Senin (13/9).
Foto: Tangkapan layar
Menteri BUMN Erick Thohir (kedua dari kanan), Dirut Pegadaian Kuswiyoto (kiri), Dirut BRI Sunarso (kedua dari kiri), dan Dirut PNM Arief Mulyadi (kanan) saat penandatangan perjanjian pengalihan saham dalam rangka pembentukan Holding Ultramikro di Jakarta, Senin (13/9).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Setelah Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BRI) menyetujui rencana penambahan modal dengan memberikan hak memesan efek terlebih dahulu (PMHMETD) atau rights issue, kini para pelaku pasar modal menanti kiprah holding ultramikro BUMN. Rights issue sebagai bagian dari pembentukan holding yang melibatkan BRI dengan PT Pegadaian (Persero) dan PT Permodalan Nasional Madani (Persero) ini diharapkan dapat memperluas pendanaan bagi UMKM yang lebih cepat dan murah.

Pengamat Pasar Modal Reza Priyambada melihat holding tersebut dapat berpengaruh kepada perkembangan pasar modal dan khususnya dunia keuangan perbankan. “Pembentukan holding ultramikro dapat menciptakan ekosistem pembiayaan yang besar dan menjadi pioner pembiayaan untuk menumbuhkembangkan UMKM di Indonesia,” ujarnya ketika dihubungi, Ahad (25/9).

Baca Juga

Menurutnya investor di pasar modal sudah menyambut positif pembentukan holding. Hal ini disebabkan investor menantikan ekspansi bisnis dan kolaborasi tiga perusahaan negara yang selama ini dikenal kuat dalam pembiayaan dan pemberdayaan usaha kecil mikro.

Reza melanjutkan, momentum tersebut menjadi peluang besar bagi bank berkode saham BBRI itu untuk melakukan diversifikasi bisnis. Sekaligus ekspansi pasar yang lebih masif di sektor pembiayaan segmen mikro. Hal ini akan menciptakan ekosistem penyaluran kredit yang lebih kuat dan berkualitas, sehingga segmen usaha UMi dan UMKM lebih berdaya dan mendorong peningkatan kinerja laba holding ke depan.

“BRI akan memiliki modal lebih kuat, potensi pengembangan bisnis lebih kuat. Tentunya yang akan diperhatikan pelaku pasar ialah akselerasi dari strategi pertumbuhan setelah adanya penggabungan para entitas tersebut,” ujar Reza.

Dari sisi lain, dia pun optimistis penerbitan saham baru (rights issue) yang segera digelar BRI akan mendapatkan sambutan positif dari pasar. Dia memproyeksikan, jika mengacu asumsi 90 hari ke belakang, maka harga pelaksanaan rights issue berada di kisaran Rp 3.900.

Adapun tren positif itu menurutnya akan terus berlanjut setelah holding ketiga perusahaan pelat merah itu berjalan efektif. Saham BBRI akan terakselerasi dengan cepat, bahkan memungkinkan mencetak rekor di atas Rp 6.000. “Apakah dimungkinkan bisa mencapai Rp 5.000, atau Rp 5.500, atau Rp 6.000? Ya, bisa saja sepanjang realisasi kinerja pertumbuhan riil terlihat di mata pelaku pasar,” katanya.

Menurut Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira, pasar pembiayaan segmen mikro masih terbuka lebar. Pasalnya terdapat sebanyak 91,3 juta orang Indonesia yang sebagian adalah pengusaha mikro masih unbankable atau tidak mendapat layanan lembaga keuangan formal.

"Jika seluruh hasil right issue BRI atau holding ultramikro digunakan untuk memberdayakan usaha ultramikro, maka efeknya serapan tenaga kerja dan rasio wirausaha akan meningkat," ujar Bhima.

Ia memaparkan, selama masa pandemi ada 19 juta tenaga kerja yang terdampak, sebagian terpaksa menjadi pengusaha mikro untuk bertahan. Oleh karena itu, dukungan pendanaan sangat penting agar mereka bisa bertahan.

Lalu ada pula manfaat scale up, sehingga tidak terus menerus porsi usaha mikro dominan dalam UMKM mencapai 90 persen dari total usaha. "Harapannya satu tahun mendapat pembiayaan ultramikro, kemudian menjadi usaha kecil dan seterusnya naik kelas lepas dari kategori UMKM," tutur Bhima.

Sementara itu, Direktur Anugerah Mega Investama Hans Kwee menambahkan holding tersebut memiliki potensi yang menjanjikan karena BRI, Pegadaian, dan PMN bisa berkolaborasi untuk memenuhi pendanaan ultramikro. “Tidak ada persaingan karena satu holding bakal menaikkan margin dan membuat pendanaan lebih efektif,” ucapnya.

Sebelumnya Menteri BUMN Erick Thohir mengatakan, holding ultramikro akan memberikan berbagai kemudahan dan biaya pinjaman dana yang lebih murah dengan jangkauan yang lebih luas, pendalaman layanan, dan pemberdayaan masyarakat secara berkelanjutan.

"Ketika pemerintah berbicara tentang Indonesia Maju, maka di dalamnya ada kemajuan segmen ultramikro, melalui penguatan ketahanan ekonomi dan pertumbuhan berkualitas, mengurangi kesenjangan, dan meningkatkan kualitas SDM terutama pengusaha ultramikro dengan pemberdayaan melalui holding ini," ucap Erick.

Ia menekankan hadirnya holding akan memperkuat model bisnis perseroan masing-masing. BRI, Pegadaian dan PNM akan saling melengkapi memberikan layanan keuangan yang terintegrasi untuk keberlanjutan pemberdayaan usaha ultramikro.

Menteri BUMN menilai kehadiran holding ultramikro (UMi) akan meningkatkan pemberdayaan dan menyediakan pembiayaan yang lebih lengkap dan lebih murah, karena itu salah satu tujuan dari hadirnya holding UMi melalui sinergi ketiga BUMN.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement