REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Wakil Gubernur Bali, Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati, menegaskan daerah setempat sudah siap menyambut kedatangan wisatawan mancanegara, apabila pariwisata dibuka dalam waktu dekat. Menurut dia, hal itu tentu dilihat tidak hanya dari faktor internal, namun juga dari berbagai faktor pendukung lain yang memungkinkan pembukaan pariwisata Bali untuk wisman.
Salah satunya, akan ada pergelaran akbar WSBK (World Superbike) di Mandalika pada November mendatang serta G20 Summit yang rencananya akan digelar tahun 2022 di Bali. "Event tersebut harus dijadikan momentum agar masyarakat dunia bisa percaya akan kondisi penanganan Covid-19 di Bali telah berjalan baik," ujar pria yang juga Ketua PHRI Bali itu.
Wagub yang biasa disapa Cok Ace itu juga menyampaikan berbagai capaian Bali dalam menanggulangi penyebaran virus Covid-19 di Pulau Dewata. Dari segi kesehatan, Bali telah menjadi salah satu provinsi dengan capaian vaksinasi yang paling tinggi di Indonesia, yakni hampir 97 persen untuk vaksinasi pertama dan lebih dari 73 persen untuk vaksinasi kedua.
"Program vaksinasi akan terus digenjot agar bulan ini atau paling lambat awal bulan depan bisa tuntas baik vaksin dosis pertama maupun kedua," ujarnya.
Selain itu, terdapat sekitar 62 RS rujukan Covid-19 dan 25 laboratorium PCR dengan kemampuan mengetes sampel lebih dari 4.000 per hari. Selain itu, tenaga kesehatan, obat-obatan hingga oksigen juga sudah sangat memadai di Bali.
"Pemerintah juga telah menyiapkan grand design skema wisatawan mancanegara di Bali yang mengatur skema wisatawan mulai dari pintu kedatangan, testing, bagi yang positif akan dirujuk ke RS, sementara yang negatif melanjutkan perjalanan ke hotel karantina, skema berwisata hingga keberangkatan ke negara asal," ujarnya.
Melihat perkembangan kasus Covid-19 yang akhir-akhir ini naik lagi di beberapa negara, Cok Ace juga mengatakan kemungkinan akan selektif memilih negara asal wisman. "Kami sudah mencatat beberapa negara berdasarkan length of stay di Bali. Ada sekitar empat negara yaitu Amerika, Inggris, Jerman dan Rusia yang rata-rata tinggal di Bali dua minggu. Tapi itu juga tergantung regulasi, karena itu kita harus benar-benar menyiapkan," katanya.
Dia mengatakan, persiapan internal saat ini benar-benar harus dikebut agar bisa membuka pariwisata Bali, seperti ketentuan-ketentuan dalam Permenkumham No 34 tahun 2021. Pemerintah juga harus menyiapkan berbagai skenario untuk menghadapi kemungkinan terburuk.
"Kami harus siapkan plan A, plan B dan seterusnya. Tentu saja kami tidak ingin seperti negara lain seperti Singapura yang awalnya sudah mau berdamai dengan Covid-19, namun sekarang menghadapi situasi buruk lagi," ujarnya.
Ketua Ikatan Cendekiawan Pariwisata Indonesia (ICPI), Azril Azahari, mengatakan ini adalah momentum yang sangat baik untuk arah pariwisata Bali ke depan. Dia berharap Pemerintah Provinsi Bali bisa mengambil peluang dan mengarahkan pariwisata Bali salah satunya ke medical tourism (wisata medis). Ini mengingat salah satu kebutuhan dunia, apalagi pasca-pandemi Covid-19. "Kami bisa bikin program Hospitel, yakni hospital (rumah sakit) dikelola secara hotel. Hal ini sangat marak dilakukan di luar negeri," ujarnya.
Selain itu, ia juga memberikan ancungan jempol untuk penerapan CHSE di Bali. Meskipun penerapan protokol kesehatan sudah tinggi, ia harap pemerintah dan masyarakat jangan lengah jika pariwisata dibuka.