Ahad 26 Sep 2021 19:08 WIB

Munas NU Usulkan Hindari Bahasa Keagamaan dalam RUU Minol

Usulan ini berdasarkan bahasan Komisi Bahtsul Masail Qanuniyyah.

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Agung Sasongko
Nahdlatul Ulama
Nahdlatul Ulama

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Munas Alim Ulama Nahdlatul Ulama (NU) 2021 mengusulkan supaya Rancangan Undang-Undang (RUU) Larangan Minuman Beralkohol (Minol) lebih menggunakan basis kesehatan dan kriminalitas. Usulan ini berdasarkan hasil pembahasan yang disepakati dalam Komisi Bahtsul Masail Qanuniyyah.

"Basisnya pakai itu saja. Nggak usah menggunakan bahasa-bahasa agama tertentu. Jadi basisnya cukup terkait dengan kesehatan atau memelihara akal dan dampak minol yang mengarah pada kriminalitas," kata Sekretaris Komisi Bahtsul Masail Qanuniyyah dalam Munas NU 2021, KH Sarmidi Husna, kepada Republika.co.id, Ahad (26/9).

Baca Juga

Dalam pembahasan di Bahtsul Masail Qanuniyyah sendiri, lanjut Kiai Sarmidi, ada yang menganggap penting penggunaan diksi 'larangan', ada yang berpandangan moderat yaitu ingin diksi 'larangan' dihapus tetapi substansinya tetap sama, dan ada pula yang menganggap aturan tersebut tidak perlu.

Kiai Sarmidi mengatakan, NU sebagai ormas Islam yang moderat memilih jalan yang moderat yaitu sepakat minuman beralkohol perlu diatur di dalam perundang-undangan. Dalam Islam, minol memang dilarang dan NU memandangnya sebagai najis meski di dalam fiqih terjadi perbedaan pendapat karena ada yang berpendapat tidak najis.

"Namun Munas NU menyatakan itu najis dan haram dikonsumsi sehingga kami setuju diatur. Tetapi, meski ada argumen keagamaan Islam, kami mengusulkan diksi atau redaksi dalam larangan minol ini tidak perlu menggunakan bahasa keagamaan tertentu, karena UU ini memayungi berbagai macam agama," ucapnya.

 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement