REPUBLIKA.CO.ID, JENIN -- Pemimpin politik dan masyarakat sipil Palestina, Khalida Jarrar (58 tahun), telah dibebaskan setelah hampir dua tahun mendekam di penjara Israel. Pihak berwenang Israel membebaskan Jarrar, yang merupakan seorang tokoh sayap kiri dan anggota Dewan Legislatif Palestina (PLC), di pos pemeriksaan Salem di barat kota Jenin pada Ahad (26/9) sore.
Tentara Israel menangkap Jarrar dari rumahnya di Ramallah pada 31 Oktober 2019. Pada Juli, salah satu dari dua putri Jarrar, Suha yang berusia 31 tahun, meninggal di Ramallah setelah mengalami komplikasi kesehatan. Namun, Israel menolak permintaam Jarrar untuk menghadiri pemakaman putrinya.
Setelah dibebaskan, Jarrar pergi ke Pemakaman Ramallah untuk berziarah ke makam putrinya. Puluhan anggota organisasi dan politisi terkemuka, termasuk wartawan Palestina hadir di pemakaman untuk mendampingi Jarrar.
“Mereka melarang saya untuk menghadiri pemakaman putri tercinta saya dan mencium dahi putri saya. Mereka menolak saya mengucapkan selamat tinggal. Terakhir kali saya memeluk Suha adalah pada malam saat penangkapan saya pada 2019," kata Jarrar sambil menangis, seperti dilansir Aljazirah, Senin (27/9).
Jarrar ditahan dalam penahanan administratif hingga Maret tahun ini. Pengadilan militer Israel mendakwa Jarrar dengan keanggotaan dalam organisasi ilegal, karena berafiliasi dengan Front Populer untuk Pembebasan Palestina (PFLP). Sebelumnya, Jarrar juga pernah ditahan atas tuduhan serupa.
Kelompok hak-hak tahanan, Addameer yang berbasis di Ramallah mengatakan, penahanan dan penangkapan tersebut merupakan pelanggaran mencolok terhadap hukum internasional. Hal ini juga bertentangan dengan prinsip hukum yang ditetapkan secara internasional yang melarang mengadili seseorang untuk tindakan yang sama dua kali.
Israel melarang lebih dari 400 organisasi, termasuk semua partai politik Palestina, dan Organisasi Pembebasan Palestina (PLO). Israel menyebut mereka sebagai kelompok teroris. Israel menghukum banyak orang Palestina dengan tuduhan keanggotaan dalam organisasi ilegal atau memiliki afiliasi politik.
Jarrar telah lama menjadi target Israel karena sifatnya yang blak-blakan dan aktivisme politiknya. Dia telah keluar dan masuk penjara Israel dalam enam tahun terakhir. Antara Juli 2017 dan Februari 2019 dia menjalani penahanan administratif, yaitu sebuah kebijakan Israel yang memungkinkan pemenjaraan warga Palestina tanpa batas waktu.
Pada 2015, Jarrar dijatuhi hukuman 15 bulan atas tuduhan yang sama yaitu keanggotaan dalam organisasi ilegal. Pihak berwenang Israel telah melarang Jarrar bepergian sejak 1988, kecuali untuk perjalanan tiga minggu ke Amman, Yordania, untuk perawatan medis.