Senin 27 Sep 2021 19:07 WIB

Kematian Anak Akibat Covid Tertinggi di Usia Sekolah

Kemendikbudristek sebut masih ada sekolah yang belum pahami prokes PTM.

Petugas kesehatan melakukan tes usap antigen kepada siswa di SDN 40 Laweyan Solo, Jawa Tengah, Senin (27/9/2021). Tes usap yang diikuti 117 siswa dan belasan guru sekolah setempat dilakukan usai orang tua murid memberikan laporan bahwa ada beberapa guru setempat yang tidak memakai masker saat pembelajaran tatap muka (PTM).
Foto: ANTARA/Maulana Surya
Petugas kesehatan melakukan tes usap antigen kepada siswa di SDN 40 Laweyan Solo, Jawa Tengah, Senin (27/9/2021). Tes usap yang diikuti 117 siswa dan belasan guru sekolah setempat dilakukan usai orang tua murid memberikan laporan bahwa ada beberapa guru setempat yang tidak memakai masker saat pembelajaran tatap muka (PTM).

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Dian Fath Risalah, Silvy Dian Setiawan, Bowo Pribadi, Ronggo Astungkoro

Pertemuan Tatap Muka (PTM) dan penularan Covid-19 menjadi isu di saat anak-anak mulai kembali ke sekolah. Meski Kemendikbud sudah menegaskan ulang masalah klaster sekolah, namun faktanya anak-anak adalah kelompok yang rentan Covid-19.

Baca Juga

Ketua Umum Pengurus Pusat Ikatan Dokter Indonesia (IDAI) Aman Pulungan mengatakan, hingga September 2021, data anak yang meninggal dunia akibat Covid-19 sudah mencapai 1.800 orang. Sedangkan angka positif Covid-19 pada anak tercatat  sekitar 260 ribu kasus.

Berdasarkan data tersebut, di antara anak-anak terkonfirmasi Covid yang ditangani oleh dokter anak, angka kematian tertinggi pada anak usia 10-18 tahun (26 persen), diikuti 1-5 tahun (23 persen), 29 hari-kurang dari 12 bulan (23 persen), 0-28 hari (15 persen), dan 6 tahun-kurang dari 10 tahun (13 persen).

Angka ini, kata Aman, akan terus berubah. Berdasarkan data akhir Juni-September 2021, rata-rata 100 anak Indonesia meninggal setiap pekannya.

“Kami tidak mengkritisi apapun level PPKM atau penilaiannya tetapi kita

mesti melihat bahwa minggu 20 Agustus 2021, anak masih ada yang meninggal dan kasus masih bertambah. Ini kan kita harus hati-hati jadinya,” kata Aman dalam keterangannya, Senin (27/9).

IDAI mencatat, selama Maret-Desember 2020 atau gelombang pertama Covid-19 di Indonesia, didapatkan 37.706 kasus anak terkonfirmasi Covid-19. Data Kemenkes pada waktu yang sama mendapatkan 77.254 kasus anak terkonfirmasi Covid dari total kasus 671.778, yaitu sekitar 11.5 persen. Perbedaan jumlah ini terjadi karena di penelitian ini yang terdata hanyalah kasus yang ditangani oleh dokter anak.

Sedangkan Kemenkes juga memasukkan data dari anak yang tidak bergejala dan hasil telusur kontak. Hal tersebut pun diamini oleh Juru Bicara Kemenkes, Siti Nadia Tarmizi. Ia menekankan berdasarkan data yang dimiliki, angka kasus positif Covid-19 pada anak sekitar 11-12 persen.

Berdasarkan laporan hasil riset IDAI tersebut juga menyebutkan bahwa Case Fatality Rate (CFR) Covid anak di Indonesia ini jauh lebih tinggi dibanding di negara lain seperti Amerika Serikat dan negara-negara di Eropa, kemungkinan karena kapasitas pemeriksaan yang rendah sehingga banyak kasus yang tidak terdeteksi.

Aman menegaskan, hasil penelitian IDAI tersebut dipublikasikan dalam jurnal ilmiah Frontiers in Pediatrics yang terbit 23 September 2021 lalu. “Penelitian ini adalah gambaran data terbesar pertama kasus Covid anak di Indonesia pada gelombang pertama Covid. Angka kematian yang cukup tinggi adalah hal yang harus dicegah dengan deteksi dini dan tata laksana yang cepat dan tepat,” kata Aman.

Sementara Nadia mengatakan saat ini pihaknya terus berupaya memberikan perlindungan kepada anak dan remaja dari Covid-19. Salah satu caranya drngan terus menggenjot vaksinasi Covid-19 baik kepada orang dewasa, anak dan remaja.

"Untuk sasaran vaksinasi dewasa harus segera divaksin termasuk remaja untuk memberikan perlindungan kepada anak anak yang belum di vaksin dengan adanya pertahanan bersama (herd imunity)," tegas Nadia.

Untuk memastikan PTM berjalan lancar, Pemerintah Kota (Pemkot) Yogyakarta mengingatkan sekolah mewaspadai kegiatan siswa saat berada di luar kelas. Wakil Wali Kota Yogyakarta, Heroe Poerwadi mengatakan, sekolah perlu mewaspadai ketika siswa datang ke sekolah, ketika sisa menuju ruang kelar dan ketika dijemput orang tua saat pulang.  

Pasalnya, kerumunan dan interaksi dapat terjadi saat siswa berada di luar kelas. Sehingga, memungkinkan terjadinya penularan Covid-19 di lingkungan sekolah saat dilaksanakannya uji coba PTM terbatas.

"Bagi sekolah yang akan melaksanakan pembelajaran tatap muka hendaknya mewaspadai dan mengantisipasi kondisi rawan di atas agar tidak terjadi klaster baru di sekolah," kata Heroe di Universitas Nahdlatul Ulama Yogyakarta, Senin (27/9).

Heroe menyebut, PTM terbatas ini hanya digelar dari SD kelas enam ke atas. Sementara itu, vaksinasi Covid-19 terhadap siswa sendiri juga terus dipercepat.

Di Jawa Tengah, Gubernur Ganjar Pranowo meminta bupati dan wali kota melakukan percepatan vaksinasi pada remaja/siswa SMP dan SMA sederajat. Percepatan vaksinasi Covid-19 bagi remaja menjadi salah satu opsi yang harus dilakukan guna merespons evaluasi pelaksanaan PTM.

Para bupati dan wali kota juga diminta melakuan pemantauan yang ketat terhadap pelaksanaan PTM terbatas di daerahnya. Bila perlu menyempurnakan sistem PTM dengan menggandeng para ahli.

“Saya minta, satu, bantuan kabupaten/kota untuk mengawasi PTM jenjang SD, TK dan PAUD, karena mereka belum bisa divaksin. Kedua, untuk level SMP, SLA, SMK, Madrasah, sederajat, kita minta untuk dilakukan percepatan vaksinasi,” ungkapnya, di Semarang, Senin (27/9).

Ia mengatakan, Jawa Tengah telah mendapatkan alokasi vaksin dari Pemerintah Pusat sebanyak 2,6 juta dosis dalam sepekan. Oleh karenanya, kabupaten dan kota bisa bekerja dengan cepat dan tepat untuk menghabiskan dosis vaksin Covid-19 yang telah diberikan.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement