Senin 27 Sep 2021 22:10 WIB

Menggali Nilai-Nilai Pancasila dari Kota Palu

Kota Palu memiliki kearifan lokal yang mencerminkan Pancasila.

Menggali Nilai-Nilai Pancasila dari Kota Palu
Foto: Dok Republika
Menggali Nilai-Nilai Pancasila dari Kota Palu

REPUBLIKA.CO.ID, PALU -- Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) bekerja sama dengan Pemerintah Kota Palu, Senin (27/9), menyelenggarakan webinar bertajuk Sarasehan Perayaan Keindonesiaan dari Bumi Tadulako yang digelar secara daring, Senin (27/9). Sarasehan ini bertujuan untuk menggali nilai-nilai Pancasila dari Kota Palu.

Salah satu yang menjadi pembicara adalah Wakil Ketua Dewan Pengarah BPIP Jenderal (Purn) Try Sutrisno yang juga merupakan wakil presiden RI pada 1993-1998. Dalam pemaparannya, Try mengangkat makna filosofis dari pemaknaan kearifan lokal masyarakat kota Palu yaitu Posiala Pale (saling berpegangan tangan) sebagai wujud dari nilai Pancasila. Yaitu, membangun rasa persaudaraan, memiliki semangat saling membantu, dan meningkatkan sikap penghormatan atas setiap perbedaan.

Baca Juga

"Bergandengan tangan itu artinya tangan kita sudah bersih. Oleh karena itu Posiala Pale bermakna nilai-nilai luhur harus dikokohan dengan bergandeng tangan, harus rukun, damai, dan selalu bersatu. Inilah semboyan dari palu, inilah semboyan persaudaraan dan kesatuan. Karena persatuan dan kesatuan harus menjunjung kebersihan hati," kata Try.

Tidak hanya kebersihan hati, Try juga mengingatkan soal kebersihan fisik. Dia mengingatkan agar bangsa lain tidak menyebut indonesia sebagai orang yang suka buang sampah sembarangan.

"Mari kita meletakkan sampah pada tempatnya. Sebagaimana negara maju, dipisah mana kotoran organik, non organik, jangan dicampur aduk. Jangan ditimbun, jangan membuat polusi," kata Try. 

"Tumbuhkan disiplin nasional yang rindu akan kebersihan baik badan maupun hati. Leluhur kita mengatakan barang siapa hidupnya bersih maka akan mencapai kemuliaan," kata Try.

Sementara, Wakil Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Prof Hariyono mengatakan, dalam sejumlah literatur disebutkan, kata Palu berasal dari kata Topalu'e yang berarti tanah terangkat. Asal kata ini disebut berdasarkan mitos nenek moyang masyarakat Palu.

Namun, menurut Hariyono, bencana gempa, tsunami, dan likuefeksi seolah membuktikan itu bukan mitos. Bahwasanya, nenek moyang dengan kearifan lokalnya telah berpesan tentang kehati-hatian terhadap kondisi geografis di Kota Palu.

"Ini menunjukkan bahwa kebhinekaan, keberagaman di Indonesia bukan hanya soal agama dan suku, tetapi juga kondisi geografis," kata Hariyono saat menjadi pembicara Sarasehan Perayaan Keindonesiaan dari Bumi Tadulako yang digelar secara daring, Senin (27/9).

Menurut Hariyono, hal tersebut bisa memacu semua pihak untuk menyikapi keberagaman di Indonesia. Sehingga, nilai-nilai kebhinekaan bisa terealisasi dalam kehidupan sehari-hari, termasuk kebijakan-kebijakan yang dilahirkan di Kota Palu.

Webinar bertajuk Sarasehan Perayaan Nilai Keindonesiaan dari Bumi Tadulako ini merupakan salah satu rangkaian acara peringatan HUT Kota Palu ke-43. Sejumlah tokoh nasional menjadi pembicara pada sarasehan ini. Di antaranya adalah Gubernur Sulteng Rusdy Mastura, Wakil Ketua Dewan Pengarah BPIP Jenderal (Purn) Try Sutrisno, Wakil Kepala BPIP Prof Hariyono. Selain itu, Wali Kota Palu Hadianto Rasyid,  Deputi Bidang Hubungan Antar Lembaga, Sosialisasi, Komunikasi, dan Jaringan BPIP Prakoso, dan artis senior Christine Hakim.

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement