REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA -- Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengatakan akan mempertimbangkan membeli sistem pertahanan Rusia lagi meski Amerika Serikat (AS) menentangnya dengan keras. Di stasiun televisi AS, CBC, Erdogan mengatakan ia tidak berencana membatalkan pembelian kedua Turki atas sistem pertahanan S-400s Rusia.
Langkah tersebut dapat memperdalam keretakan antara sekutu NATO dan mendorong AS menerapkan sanksi. "Di masa depan tidak ada yang dapat mengintervensi sistem pertahanan seperti apa yang kami beli, dari negara mana pada tingkat apa," katanya Erdogan seperti dikutip dari Middle East Eye, Senin (27/9).
"Tidak ada yang dapat mengintervensi itu, hanya kami yang dapat mengambil keputusan itu," tambahnya.
Washington mengatakan, S-400s mengancam pesawat F-35s dan sistem pertahanan NATO secara keseluruhan. Namun Turki berdalih S-400s dapat digunakan terpisah tanpa harus diintegrasikan dengan sistem NATO.
AS menjatuhkan sanksi pada kepala Direktorat Industri Pertahanan Turki Ismail Demir dan tiga pegawainya Desember lalu setelah Turki membeli S-400s. Sanksi yang diterapkan AS pada 2020 berdasarkan undang-undang 2017 itu bertujuan menangkal pengaruh Rusia. Untuk pertama kalinya, undang-undang yang dikenal sebagai CAATSA itu diterapkan untuk menghukum sekutu AS.
Pembicaraan mengenai pembelian kedua sudah dibicarakan Rusia dan Turki. Washington berulang kali mempertingkatkan langkah tersebut akan mendorong sanksi baru.
Erdogan akan bertemu Presiden Rusia Vladimir Putin pada pekan depan. Mereka akan membahas kekerasan di barat laut Suriah.
Dalam wawancaranya, Erdogan mengatakan, Presiden AS Joe Biden tidak pernah mengangkat rekam jejak pelanggaran hak asasi Turki. Erdogan ditanya apakah isu tersebut diangkat Biden saat mereka bertemu di pertemuan NATO di Brussels, Belgia, pada Juni lalu.
"Tidak, ia tidak melakukannya, dan karena kami tidak memiliki masalah seperti itu mengenai kebebasan, Turki sepenuhnya bebas," jawabnya.
Berdasarkan data Komite Perlindungan untuk Jurnalis (CPJ), saat ini Turki menjadi salah satu pemerintah yang paling banyak memasukkan wartawan ke penjara. Human Rights Watch (HRW) mengatakan, pemerintahan Erdogan mengeluarkan kebijakan yang bertentangan dengan kewajiban hak asasi internasional.
Biden berulang kali mengatakan keberpihakan pada hak asasi manusia adalah inti dari kebijakan luar negerinya. Namun, sumber dari AS dan Turki pada awal bulan ini mengatakan, ia tidak membahas hak asasi saat bertemu Erdogan.
Mereka membahas Afghanistan, Suriah, dan pembelian S-400s dari Rusia. Para sumber mengatakan pemerintah Turki mendapat sinyal Washington tidak akan menghukum keras pelanggaran hak asasi yang mereka lakukan.