REPUBLIKA.CO.ID, AMSTERDAM -- Jaksa Mahkamah Pidana Internasional (ICC) ingin kembali menyelidiki kejahatan perang di Afghanistan. Kali ini penyelidikan fokus pada tindakan Taliban dan ISIS-Khorasan.
Dalam pernyataannya, Senin (27/9) jaksa ICC mengatakan telah mengajukan permintaan pada hakim pengadilan sejak gerakan Taliban merebut kekuasaan di Afghanistan pada bulan lalu. Sebelumnya jaksa ICC juga menyelidiki kejahatan perang pasukan AS dan pemerintah Afghanistan.
Akan tetapi jaksa Karim Khan mengatakan kini ia akan 'mengurangi prioritas' sebab penyelidikan tersebut kekurangan sumber dan fokus 'pada skala dan sifat kejahatan yang sesuai yuridiksi pengadilan'. ICC sudah mencari tahu tentang kejahatan perang di Afghanistan selama 15 tahun sampai akhirnya resmi menggelar penyelidikan penuh tahun lalu.
Namun penyelidikan tersebut ditahan pemerintah Afghanistan yang mengatakan akan menyelidiki sendiri kejahatan itu. ICC yang bermarkas di Den Haag adalah pengadilan terakhir untuk mengintervensi ketika negara anggotanya tidak bisa atau tidak bersedia mempersekusi pelaku kejahatan pada kemanusiaan dan genosida.
Khan mengatakan jatuhnya pemerintahan Afghanistan yang diakui masyarakat internasional dan berkuasanya Taliban 'menunjukkan perubahan signifikan'. "Setelah meninjau masalah ini dengan berhati-hati, saya mencapai kesimpulan tidak ada lagi kemungkinan penyelidikan dalam negeri yang tulus dan efektif di Afghanistan," kata Khan dalam pernyataannya, Senin (27/9).
Baca juga : Akun Facebook Mantan Presiden Afghanistan Diretas
ICC menemukan ada alasan kuat untuk meyakini terjadinya kejahatan perang dari tahun 2003 sampai 2014. Salah satunya pembunuhan massal warga sipil yang dilakukan Taliban. Pihak berwenang pemerintah Afghanistan juga diduga menyiksa tahanan di tingkat yang lebih rendah. Pasukan AS dan CIA juga melakukannya.
Namun AS bukan bagian dari ICC dan menerapkan sanksi pada kantor kejaksaannya karena menyelidiki pasukan AS. Langkah Khan menggeser fokus penyelidikan dapat memperbaiki hubungan ICC dengan AS.