REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan Prof Abdul Kadir meminta produsen alat kesehatan luar negeri membangun pabrik di Indonesia. Menurut dia, itu alternatif yang dapat ditempuh agar Indonesia bisa memproduksi alat kesehatan sendiri mengingat masih kurangnya penelitian dan pengembangan bidang kesehatan di dalam negeri.
"Mau tidak mau, kalau kita mau percepatan, tidak ada jalan lain kecuali kita mengimpor teknologi dari luar. Artinya apa, semua vendor atau pabrik-pabrik luar negeri kita panggil masuk ke dalam untuk membuat pabrik di sini," kata Kadir dalam RDP Komisi IX DPR dengan Kementerian Kesehatan di Jakarta, Senin (27/9).
Namun, sulit untuk mengharapkan seluruh ilmu dan teknologi dari perusahaan asing tersebut dapat dipelajari oleh sumber daya manusia (SDM) Indonesia. Sebab, perusahaan itu belum tentu mau 100 persen melakukan transfer teknologi. "Transfer of knowledge misalnya. Apakah kita seperti orang Jepang bisa mencuri ilmunya orang itu, kita pakai?" kata dia.
Industri kesehatan dalam negeri saat ini, menurut dia, belum mampu memproduksi alat-alat kesehatan berteknologi tinggi. "Kita belum mampu memproduksi alat-alat kesehatan dalam negeri yang masuk dalam kelompok teknologi tinggi seperti misalnya MRI, CT scan," katanya.
Industri kesehatan dalam negeri baru mampu menghasilkan alat-alat kesehatan berteknologi rendah. Bahkan, komponen alat kesehatan tersebut masih berasal dari luar negeri. "Kita itu lebih banyak assembling, ganti casing, ganti merk, dianggap produksi dalam negeri. TKDN-nya 40 persen," kata dia.