Selasa 28 Sep 2021 09:41 WIB

3 Penelitian Terbaru Soal Covid-19 yang Perlu Diketahui

Pandemi covid-19 ternyata mengurangi harapan hidup terbanyak sejak Perang Dunia II.

Red: Dwi Murdaningsih
Covid 19 (ilustrasi)
Foto: Max Pixel
Covid 19 (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Vaksinasi covid-19 masih terus berjalan di seluruh dunia. Berikut ini adalah perkembangan terkini pandemi COVID-19 di dunia.

Sydney akan dibuka kembali secara bertahap. Pemerintah Australia pada Senin (27/9) mengumumkan rencana untuk membuka kembali Sydney secara bertahap.

Baca Juga

Warga yang sudah disuntik vaksin COVID-19 akan diberi lebih banyak kebebasan selama beberapa pekan. Pembatasan pergerakan akan dicabut secara bertahap dari 11 Oktober hingga 1 Desember ketika tingkat vaksinasi di kota itu mencapai 70 persen, 80 persen, dan 90 persen.

Namun, mereka yang belum divaksinasi lengkap belum diizinkan untuk melakukan kegiatan sosial, seperti olahraga bersama, makan di luar, dan berbelanja, sampai 1 Desember.

Pandemi kurangi harapan hidup terbanyak sejak PD II

Pandemi COVID-19 mengurangi harapan hidup manusia pada 2020 dengan jumlah terbanyak sejak Perang Dunia II. Hal ini menurut penelitian yang dirilis Universitas Oxford pada Senin (27/9).

Harapan hidup orang Amerika berkurang lebih dari dua tahun. Penurunan terbesar harapan hidup dialami laki-laki ketimbang perempuan di sebagian besar negara. Dari 29 negara yang diteliti, orang-orang di 27 negara di antaranya mengalami penurunan harapan hidup.

Ilmuwan petakan tempat antibodi melekat di paku virus corona

Sebuah "peta antibodi" COVID-19 disusun untuk membantu peneliti mengenali antibodi yang mampu menetralisasi corona bahkan setelah virus itu bermutasi, kata laporan di majalah Science pada Kamis (23/9).Dengan menggunakan ratusan antibodi penyintas COVID-19 dari seluruh dunia, sebuah tim peneliti global memetakan secara akurat tempat setiap antibodi mengikat pada paku protein di permukaan virus.

Paku protein digunakan virus untuk masuk ke dalam sel dan menularinya. Tim peneliti itu mencari dan berhasil menemukan antibodi yang menarget bagian tertentu pada paku protein yang sangat penting dalam siklus hidup virus. Tanpa bagian itu, virus tak dapat berfungsi.

Bagian dari paku protein itu kemungkinan tetap menjadi sasaran vaksin atau pengobatan, bahkan jika virus telah bermutasi."Kalau kita membuat campuran antibodi, kita ingin setidaknya salah satu antibodi ada di sana karena antibodi-antibodi itu kemungkinan dapat mempertahankan efikasi melawan banyak varian," kata Kathryn Hastie dari Institut Imunologi La Jolla di California, salah satu penulis laporan itu.

Antibodi ibu hamil yang divaksinasi diturunkan ke bayinya

Ibu hamil yang menerima vaksin COVID-19 berbasis mRNA menurunkan antibodi pelindung dengan kadar yang tinggi kepada bayinya. Demikian hasil penelitian yang dilaporkan di American Journal of Obstetrics and Gynecology - Maternal Fetal Medicine pada Rabu (22/9).

Temuan tersebut mengindikasikan bahwa "antibodi yang dibangun dalam tubuh sang ibu terhadap vaksin mengalir lewat plasenta dan kemungkinan akan memberi manfaat bagi bayi setelah dilahirkan," kata salah satu penulis laporan itu, Dr Ashley Roman dari NYU Langone Health di New York City.

Belum jelas apakah waktu pemberian vaksin selama kehamilan berhubungan dengan kadar antibodi pada bayi."Kami tidak tahu berapa lama antibodi itu bertahan di tubuh bayi," kata Roman.

Namun, adanya antibodi dalam darah di plasenta, yaitu darah sang janin, mengindikasikan bahwa si bayi juga berpotensi menerima manfaat dari vaksinasi selama kehamilan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement