REPUBLIKA.CO.ID, TOKYO -- Pemerintah Jepang akan meminta persetujuan para penasihat untuk mencabut semua pembatasan darurat pada akhir September karena jumlah kasus Covid-19 turun dan tekanan pada sistem layanan kesehatan mereda, kata Menteri Ekonomi Jepang Yasutoshi Nishimura, Selasa (28/9). Jika disetujui oleh panel penasihat pemerintah, Jepang secara keseluruhan akan keluar dari keadaan darurat untuk pertama kalinya dalam hampir enam bulan.
Seperti banyak negara lain, Jepang telah berjuang untuk menahan penyebaran varian Delta yang sangat menular, termasuk selama Olimpiade Musim Panas, dengan membuat sebagian besar wilayahnya berada di bawah pembatasan darurat. Namun, kasus baru harian Covid-19 terus menurun selama sebulan terakhir, yakni menjadi 2.129 kasus pada Ahad. Sementara itu, jumlah kasus parah Covid-19 juga turun. Sekitar 56 persen dari populasi Jepang telah divaksin lengkap dan pemerintah telah mengatakan bahwa semua orang yang ingin divaksin akan mendapatkan suntikan vaksin pada November.
Sebelumnya, Menteri Kesehatan Jepang Norihisa Tamura pada Jumat (24/9) mengatakan bahwa situasi kasus Covid-19 Jepang membaik sehingga status darurat dapat segera dicabut di sebagian besar wilayah di negara itu. Untuk itu, Pemerintah Jepang sedang mempertimbangkan untuk menggunakan pemeriksaan status vaksinasi atau hasil negatif Covid-19 sebagai cara untuk melonggarkan pembatasan guna pembukaan kembali bisnis dan mobilitas warga.
Selain itu, sebuah proyek demonstrasi untuk sistem konfirmasi vaksin akan dilakukan di 13 prefektur. Kasus baru Covid-19 harian di Tokyo telah menurun menjadi sekitar 550 kasus dalam beberapa hari terakhir, yakni sepersepuluh dari jumlah kasus pada puncak wabah pada Agustus. Dalam pertemuan para ahli kesehatan pada Jumat, Gubernur Tokyo Yuriko Koike menekankan pentingnya untuk menaikkan tingkat vaksinasi. Dia menyebutkan bahwa sekitar 80 persen kematian akibat Covid-19 di Tokyo sejak Agustus terjadi di antara orang-orang yang tidak divaksin.