Selasa 28 Sep 2021 14:09 WIB

Menimbang Usulan Tanggal Pemilu 2024 dari Pemerintah

Pemilu di bulan Mei dipandang sejumlah pihak terlalu mepet dengan Pilkada.

Ilustrasi Pemilu. Pemerintah mengusulkan Pemilu 2024 digelar pada 15 Mei 2024.
Foto: ANTARA FOTO/Muhammad Iqbal
Ilustrasi Pemilu. Pemerintah mengusulkan Pemilu 2024 digelar pada 15 Mei 2024.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Mimi Kartika, Febrianto Adi Saputro

Pemerintah kemarin mengajukan usulan tanggal bagi pemungutan suara Pemilu 2024. Tanggal yang dipilih Pemerintah adalah 15 Mei 2024.

Baca Juga

Anggota Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Rahmat Bagja mengingatkan agar penentuan hari pemungutan suara Pemilu 2024 menyesuaikan masa transisi presiden. Menurut dia, jadwal pencoblosan perlu dipertimbangkan agar penetapan hasil Pemilu 2024 tidak terpaut jauh dengan masa pelantikan presiden dan wakil presiden terpilih pada Oktober.

"Yang jarang dibahas ini, harusnya masa transisi presiden antara presiden yang secara de facto dan de jure masih sebagai presiden dan kemudian ada presiden terpilih. Masa transisi ini tidak boleh terlalu panjang," ujar Bagja dalam webinar (28/9).

Dia mengatakan, masa transisi presiden sebelumnya, yakni Megawati Soekarno kepada Susilo Bambang Yudhoyono terlalu panjang. Hal ini kemudian menyebabkan kinerja pemerintahan pada enam-tujuh bulan terakhir sangat tidak efektif.

Sebab, kata Bagja, jajaran menteri yang masih menjabat sudah tidak fokus dalam menyelenggarakan pemerintahan. Untuk itu, persoalan ini juga perlu dipikirkan dalam pembahasan penentuan hari pemungutan suara demi penyelenggaraan pemerintahan tetap efektif.

"Presidennya masih fokus mungkin tapi menterinya, kabinetnya sudah tidak fokus. Faktor-faktor ini harus dipikirkan, ada masa enam bulan lebih yang membuat efektivitas penyelenggaraan pemerintahan kita bermasalah," kata Bagja.

Selain itu, dia juga mengingatkan agar penyederhanaan tahapan pemilu tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-Undang Dasar 1945 serta Undang-Undang Pemilu dan Pilkada. Kemudian jadwal pemungutan suara perlu mempertimbangkan kecukupan waktu tahapan pendaftaran pencalonan pilkada jalur partai politik, siklus anggaran daerah dan pencairan naskah perjanjian hibah daerah (NPHD), kondisi cuaca, serta hari libur nasional dan keagamaan.

Hingga kini, jadwal pemungutan suara Pemilu 2024 belum ditetapkan. KPU mengusulkan pencoblosan pemilu jatuh pada 21 Februari 2024, sedangkan pemerintah mengajukan 15 Mei 2024. Rencananya, rapat pembahasan hari pemungutan suara akan digelar pada 6 Oktober 2021 mendatang.

Wakil Ketua Komisi II DPR RI Luqman Hakim menilai, jika pencoblosan dilakukan 15 Mei 2024, maka kemungkinan penyelesaian sengketa pemilu oleh Mahkamah Konstitusi (MK) baru akan beres pada pertengahan Agustus 2024. "Jika ini yang terjadi, kita harus bersiap menghadapi kekacauan tahapan Pilkada 2024 dan sangat mungkin berdampak Pilkada serentak November 2024 gagal dilaksanakan," kata Luqman dalam keterangan tertulisnya.

Dia meminta Pemerintah belajar dari Pemilu 2019 lalu. Saat itu coblosan Pemilu 2019 dilakukan 17 April 2019. KPU menetapkan rekapitulasi hasil Pemilu tanggal 21 Mei 2019. "Artinya, penetapan rekapitulasi Pemilu 15 Mei akan dilakukan sekitar tanggal 20 Juni 2024," katanya memprediksi.

Kemudian penyelesaian sengketa hasil pemilu 2019 oleh MK baru rampung 100 persen bulan Agustus 2019 atau sekitar 3 bulan dari penetapan rekapitulasi hasil pemilu, atau 4 bulan setelah coblosan. Dia mengingatkan bahwa UU yang dipakai dasar Pemilu 2019 dan 2024 sama.

"Tidak ada perubahan sedikitpun. Artinya, alur dan waktu Pemilu 2019 akan berulang pada Pemilu 2024," ucapnya.

Politikus PKB itu menilai kepentingan utama Pemerintah mematok 15 Mei 2024 sebagai hari coblosan Pemilu, yakni agar penetapan pasangan capres-cawapres terpilih tidak terlalu jauh dari habisnya periode Presiden Jokowi 20 Oktober 2024. Sehingga 'kekuatan dari kekuasaan' pemerintah sekarang masih kokoh sampai hari-hari akhir masa periode.

"Nampaknya Pemerintah khawatir, jika coblosan dilaksanakan 21 Februari 2024 maka sudah akan ada pasangan capres-cawapres terpilih di sekitar bulan Maret 2021 (dengan asumsi Pilpres hanya 1 putaran). Kehadiran capres-cawapres terpilih, mungkin dianggap akan mengganggu efektivitas pemerintah yang akan berakhir 20 Oktober 2024," ungkapnya.

Menurutnya pertimbangan itu bisa dikesampingkan. Selama capres-cawapres terpilih belum dilantik oleh MPR sebagai Presiden/Wakil Presiden RI 2024-2029, pemerintah yang dipimpin Presiden Jokowi tetap sah dan tidak berkurang sedikitpun kekuasaannya untuk menjalan berbagai program dan kegiatan.

"Jadi, pertanyaan utama yang sekarang harus dijawab Pemerintah, apakah Pemerintah serius akan melaksanakan Pemilu dan Pilkada serentak tahun 2024 sebagaimana diamanatkan UU 7 tahun 2017 dan UU 10 tahun 2016?" ucapnya.

Dia berharap dan berdoa agar simulasi Pemerintah yang menginginkan coblosan Pemilu 15 Mei 2024 tidak dijadikan rangkaian strategi oleh pihak tertentu untuk menggagalkan pelaksanaan pemilu dan pilkada serentak 2024. Ia juga berharap dalam waktu dekat, KPU setelah berkonsultasi kepada DPR dapat memutuskan tanggal coblosan Pemilu 2024 yang paling rasional.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement