REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Bebasnya eksekutif Huawei Meng Wanzhou dinilai sebagai kemenangan bagi negara tersebut. Dia telah menjalani penahanan akibat ekstradisi yang berkepanjangan dengan Amerika Serikat (AS) selama dua tahun terakhir di Kanada.
Saat pesawat sewaan pemerintah menerbangan Meng keluar dari Kanada ke China, perjalanan pulangnya telah menjadi ledakan propaganda nasionalis habis-habisan. Karpet merah dan kerumunan orang yang mengibarkan bendera China menunggunya di landasan di selatan kota Shenzhen, tempat raksasa teknologi Huawei bermarkas.
Slogan dan lagu patriotik bergema di aula kedatangan bandara. Gedung pencakar langit di pusat kota menyala dengan pesan menyambut kedatangan Meng.
Acara kedatangan Meng pun disiarkan langsung oleh media pemerintah dan internet dihebohkan dengan acara tersebut. Siaran langsung secara daring pun dilakukan oleh penyiar CCTV selama enam jam berturut-turut, menarik lebih dari 83 juta tampilan.
Jumlah penonton yang menyaksikan acara tersebut pun lebih dari dua kali lipat dari 38 juta tampilan peluncuran misi berawak China untuk mengirim tiga astronot ke luar angkasa pada Juni. "Tanpa tanah air yang kuat, saya tidak akan memiliki kebebasan saya hari ini," tulis Meng dalam posting media sosial yang panjang selama penerbangannya yang dibagikan secara daring dan dibacakan kata demi kata oleh pembawa acara televisi negara.
Bagi penonton domestik, kepulangan Meng dari penjara Kanada telah dibingkai sebagai kisah kemenangan diplomatik China dan tanda pengaruh politiknya yang semakin besar. Menurut narasi itu, Meng adalah korban yang tidak bersalah dari penganiayaan politik oleh AS untuk menghancurkan industri teknologi tinggi Cina.
"Situasinya telah digambarkan [di China] ketika pemerintah China menentang AS untuk mendapatkan kembali warga negaranya, mereka melawan si pengganggu dan si penindas mundur," kata pakar hukum di Paul Tsai China Center di Yale Law School, Jeremy Daum.