REPUBLIKA.CO.ID, CARACAS - National Academy of Medicine (NAM) Venezuela pada Senin (27/9) menyuarakan kekhawatiran soal penggunaan vaksin Covid-19 Abdala. Kekhawatiran itu timbul lantaran minimnya penelitian ilmiah tentang keamanan dan efikasi vaksin buatan Kuba tersebut.
Kuba pada Sabtu mengatakan telah mengekspor vaksin tiga-dosis itu untuk pertama kalinya dengan pengiriman awal ke Vietnam sebagai bagian dari kontrak pasokan lima juta dosis vaksin ke negara Asia Tenggara itu. Pemerintah Presiden Venezuela Nicolas Maduro sejauh ini mengandalkan vaksin Sputnik V buatan Rusia dan vaksin Sinopharm buatan China.
Dalam beberapa bulan terakhir, pemerintah Venezuela telah menerima pengiriman dosis pertama melalui program global COVAX. "Karakteristik vaksin Sputnik V sudah diterbitkan di jurnal ilmiah dan kualitasnya telah teruji dalam uji klinis independen ... (dan) vaksin Sinopharm telah disetujui oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)," kata NAM lewat pernyataan.
"(Vaksin) Abdala belum direstui oleh WHO atau badan regulator internasional mana pun," imbuh pernyataan itu.
Venezuela mendapat kiriman pertama 30 ribu dosis vaksin Abdala pada Juni sebagai bagian dari uji klinis. Presiden Kuba Miguel Diaz-Canel pada Ahad mengatakan pengiriman lainnya akan menyusul, tanpa menyebut jumlahnya.
"NAM sangat khawatir sebuah produk yang tidak mengantongi informasi ilmiah tentang keamanan dan efikasinya diberikan kepada warga Venezuela," kata lembaga swadaya masyarakat itu.
Para ilmuwan Kuba mengembangkan tiga vaksin Covid-19 buatan sendiri yang sedang menunggu pengakuan resmi dari WHO, menurut otoritas Kuba. Maduro mengatakan sekitar 40 persen dari hampir 28 juta populasi Venezuela telah mendapatkan vaksin Covid-19. Dia juga mengatakan bahwa angka itu semestinya naik menjadi 70 persen pada Oktober.
Namun, para dokter di Venezuela meragukan angka tersebut. Hingga 26 September, Venezuela melaporkan total 363.300 kasus infeksi dengan 4.412 kematian akibat Covid-19.