REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Federal Bureau of Investigation (FBI) membagikan laporan tindak kriminal tahunan yang dirilis Senin (27/9), jumlah kasus pembunuhan di Amerika Serikat (AS) naik hampir 30 persen pada 2020. Tak hanya itu, semua kejahatan kekerasan juga naik untuk pertama kalinya dalam empat tahun.
Dilansir dari reuters, Selasa (28/9), lonjakan tersebut sebagian dipicu oleh kesulitan masyarakat selama pandemi COVID-19. Kasus pembunuhan naik 29,4 persen pada 2020 dibanding 2019, lonjakan tahunan tertinggi sejak pencatatan nasional dimulai pada 1960-an, seperti dilansir New York Times dan Washington Post.
Kejahatan kekerasan secara keseluruhan naik 5,6 persen menjadi hampir 1,3 juta kasus. Namun kejahatan properti turun 7,8 persen menjadi hampir 6,5 juta kasus dan itu merupakan penurunan tahunan ke-18 secara berturut-turut.
Program pelaporan kejahatan FBI, Uniform Crime Reporting (UCR), menghimpun data dari badan-badan penegak hukum di seluruh AS. Persentase kenaikan lebih besar dalam kasus pembunuhan berasal dari kekerasan senjata, yaitu 76 persen (2020) berbanding 73 persen (2019).
Houston mencatat lonjakan 55 persen pembunuhan bersenjata, 343 kasus (2020) berbanding 221 kasus (2019), demikian laporan Washington Post. Dalam kebijakan anti kejahatan, Presiden AS Joe Biden fokus pada kekerasan senjata. Dia mendesak kerja sama yang lebih erat di antara para pemimpin lokal dan federal.Bidentelah berjanji akan mendorong perubahan total pada UU senjata api.
Pada Juni lalu dia mengungkapkan langkah-langkah untuk menekan arus senjata api yang digunakan dalam aksi kejahatan. Langkah-langkah itu didasarkan pada perintah eksekutif pada April yang mencakup desakan dari Departemen Kehakiman untuk lebih mengendalikan "senjata hantu" yang bisa dirakit sendiri.
Pemerintahan Biden juga mengumumkan langkah-langkah untuk meminta pertanggungjawaban penjual senjata api nakal yang melanggar UU federal dan membantu negara-negara bagian mempekerjakan lebih banyak polisi dengan anggaran penangananCOVID-19.