REPUBLIKA.CO.ID, KENDARI -- Kepolisian Daerah Sulawesi Tenggara menyatakan proses penyelidikan kasus kematian Muhammad Yusuf Kardawi pada 26 September 2019 terkendala penolakan autopsi dari pihak keluarga. Hal itu menjawab tuntutan para mahasiswa dari bergai kampus di Kendari dalam aksi memperingati dua tahun kematian Randi dan Yusuf.
Direktur Reserse dan Kriminal Umum Polda Sultra AKBP Bambang Wijanarko mengatakan, proses penyelidikan atas kematian Yusuf belum dapat ditingkatkan ke tahap penyidikan karena belum dilakukan autopsi. "Anggota kami sudah datang menemui orang tua Yusuf untuk minta izin agar dilakukan autopsi, namun tidak ada izin dari orang tua korban," kata dia di Kendari, Selasa (28/9).
Dia menjelaskan, polisi akhinya kesulitan mengetahui penyebab kematian Yusuf. Apakah karena benda tembus atau hantaman benda tumpul.
Bambang menuturkan, autopsi dalam penyelidikan penting dilakukan sehingga polisi dapat menentukan terduga pelaku. "Autopsi itu untuk kita mencari penyebab luka itu, baru arah penyelidikan ini lebih terarah sehingga kita bisa menyimpulkan, setelah itu baru bisa mencari terduganya siapa," tutur dia.
Randi dan Yusuf merupakan demonstran yang gugur dalam aksi #DemokrasiDikorupsi pada 26 September 2019. Saat itu, gelombang mahasiswa di seluruh Tanah Air menolak pengesehan hasil revisi Undang-undang tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Muhammad Yusuf Kardawi adalah mahasiswa Jurusan D-3 Teknik Sipil Program Pendidikan Vokasi (PPV) Universitas Halu Oleo (UHO) Kendari angkatan 2018. Ia meninggal dalam perawatan karena mengalami luka yang sangat serius.
Sementara Randi adalah mahasiswa Jurusan Budi Daya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) UHO Kendari angkatan 2016. Randi tewas di tempat kejadian setelah tertembak peluru petugas kepolisian yang membubarkan aksi unjuk rasa. Tahun lalu, seorang polisi penembak Randi telah divonis pengadilan.