REPUBLIKA.CO.ID, oleh Eva Rianti
Perlindungan terhadap anak terbukti masih jadi pekerjaan rumah di Tanah Air. Kasus bayi yang diajak mengemis dengan seluruh tubuhnya dicat perak atau dikenal dengan manusia silver menjadi ironi, karena terjadi di Tangerang Selatan yang menyandang predikat Kota Layak Anak
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengkritisi kasus bayi yang dijadikan manusia silver di kawasan Pamulang, Tangerang Selatan (Tangsel). Pemerintah dinilai belum serius dalam melindungi kalangan anak-anak.
"Dari evaluasi Kota Layak Anak, KPAI menemukan pemerintah belum serius menangani anak-anak membutuhkan perlindungan khusus, seperti yang dialami keluarga bayi silver ini. Karena bayi silver tersebut masuk ke dalam kategori anak-anak yang membutuhkan perlindungan khusus," ujar Kadiswasmonev KPAI Jasra Putra dalam keterangannya, Selasa (28/9).
Jasra mengungkapkan, fenomena bayi silver seharusnya menjadi perhatian pemerintah setempat untuk dapat diatasi agar tidak terulang kembali. Terutama dalam penanganan terhadap penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS) karena kasus semacam ini tidak terlepas dari masalah yang dialami oleh orang tua atau walinya terkait kondisi ekonomi dan sosial.
"Kita sering diinformasikan aturan PMKS, aturan kewajiban pembagian amanah antara kewenangan pusat dan daerah. Aturan ini menuntut daerah berbuat lebih kepada fenomena seperti bayi silver. Bahkan dalam merespons agar cepat pemerintah membuat layanan satu atap dalam percepatan penanganan PMKS, lalu apa yang terjadi dengan bayi silver? Sehingga luput perhatian," ungkapnya.
Adanya peristiwa bayi silver yang dibawa ke jalanan menurut Jasra menandakan tidak ada yang bisa mendeteksi ancaman bagi bayi. Dan tidak ada yang memastikan hal tersebut tidak akan terulang jika tidak dilakukan pengawasan.
"Karena bila para pejabat kinerjanya tidak bisa diukur dari peristiwa ini, maka cukup sulit menghilangkan fenomena bayi silver. Tentu saja pelaku pembawa bayi silver ini, menemukan keuntungan yang menggiurkan dengan mengecat sang bayi, sehingga terus melakukan perbuatan tersebut. Dari kisah ini kita belajar, bahwa ada anak-anak tanpa pengawasan orang tua, ada anak-anak yang mendapatkan eksploitasi, bahkan kekerasan, dan anak anak yang dititipkan," terangnya.
Jasra menegaskan, KPAI akan melakukan evaluasi terkait status Kota Layak Anak yang disandang oleh Pemerintah Kota Tangsel. "Benar. Kasus ini akan menjadi catatan bagi KPAI dalam evaluasi KLA (kota layak anak) ke depan," tuturnya.
Ketua Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) Seto Mulyadi atau Kak Seto mengatakan ada unsur eksploitasi anak bayi silver di Pamulang. Dia mengecam tindakan tersebut dan meminta sejumlah pihak melakukan tindak lanjut terhadap kasus itu.
“Iya (mengecam). Iya sangat (eksploitasi anak), artinya eksploitasi (anak di bidang) ekonomi yang jelas. Dia mendapat perlakuan seperti itu, dilumuri cat silver yang sebenarnya berbahaya bagi kesehatan anak, baik kesehatan kulit dan bau-bau tidak baik terhirup anak maupun dibawa berpanas ria, menghirup asap knalpot,” tutur Seto saat dihubungi wartawan.
Seto meminta pihak-pihak yang memiliki tanggung jawab menangani hal tersebut agar memberi perhatian, seperti pihak kepolisian dan dinas terkait. “Tentu petugas Polres Tangsel bertindak cepat segera koordinasi dengan dinas setempat untuk menangani kasus ini. Jadi ada pencerahan orang tua untuk tidak sampai mengeksploitasi anak, baik itu dicat atau dibawa mengamen, itu tidak bisa dibenarkan,” ungkapnya.
Terlebih, kata Seto, Tangsel diketahui merupakan kota layak anak. Tangsel juga menjadi kota pertama di Indonesia yang mendapatkan rekor MURI karena ada satuan tugas (satgas) perlindungan anak di tingkat RT. Dengan adanya kejadian seperti itu, menurutnya, predikat positif tersebut bisa tercoreng.
“Artinya merusak citra yang dibangun susah payah kok sampai itu ada pembiaran, dalam konteks itu mohon cepat bertindak. Jadi mohon satgas ini ditingkatkan, jangan sampai karena pandemi tidak ditingkatkan,” ujarnya.