REPUBLIKA.CO.ID, RAMALLAH -- PBB mengatakan, Palestina menghadapi situasi ekonomi terburuk pada 2020. Selain karena pendudukan Israel, pandemi turut memperparah kondisi di sana.
Dalam laporan tahunan the UN Conference on Trade and Development (UNCTAD) yang diterbitkan Selasa (28/9), disebutkan, penurunan ekonomi Palestina tahun lalu merupakan kelanjutan dari kondisi ekonomi yang sudah buruk pada 2019. UNCTAD mengutip dua penyebab utama terjadinya hal tersebut, yakni pendudukan Israel dan pandemi Covid-19.
UNCTAD mengatakan, perekonomian Palestina pada 2020 menyusut 11,5 persen. Itu merupakan penurunan terbesar kedua sejak Otoritas Palestina terbentuk pada 1994. UNCTAD mencatat, lebih dari 66 ribu warga Palestina kehilangan pekerjaan dan tingkat pengangguran melonjak hingga 26 persen.
UNCTAD mengungkapkan, sebelum pandemi melanda dunia, perekonomian Palestina mengalami disintegrasi dan ketidakstabilan. Kendati demikian, menurut mereka, pendudukan Israel menjadi hambatan utama bagi pembangunan Palestina.
Pekan lalu, Palestina mendesak Mahkamah Pidana Internasional (ICC) mempercepat proses penyelidikan terhadap Israel. Tel Aviv dinilai terus melakukan kejahatan perang dan perlu dimintai pertanggungjawaban.
Seruan itu disampaikan setelah pasukan keamanan Israel menembak mati lima warga Palestina di Yerusalem dan Jenin pada Ahad (26/9). “Pembantaian ini adalah episode baru dalam rangkaian terus menerus kejahatan (Israel) dan eksekusi lapangan terhadap rakyat kami, yang merupakan kejahatan perang serta kejahatan terhadap kemanusiaan,” kata Kementerian Luar Negeri Palestina, dikutip laman kantor berita Palestina, WAFA.
Menurut Palestina, pembunuhan-pembunuhan yang dilakukan pasukan Israel merupakan bagian integral dari kejahatan pembersihan etnis. Dalam hal ini, korban atau targetnya adalah warga Palestina.
“Kejahatan Israel yang terus berlanjut membuktikan sekali lagi kredibilitas pidato penting Presiden Mahmoud Abbas di hadapan Majelis Umum PBB, terutama soal meminta masyarakat internasional memikul tanggung jawab hukum dan moralnya terhadap penderitaan rakyat kami yang hidup di bawah kekuasaan pendudukan,” kata Kementerian Luar Negeri Palestina.