REPUBLIKA.CO.ID, Jakarta -- Pelabuhan Anggrek di Kabupaten Gorontalo Utara, Provinsi Gorontalo sejak Selasa (28/9) resmi dikelola oleh PT Anggrek Gorontalo Internasional Terminal (AGIT). Perusahaann tersebut menjadi pemenang proyek pengelolaan Pelabuhan Anggrek dengan skema pendanaan kreatif non APBN melalui Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU).
“Saya berpesan agar PT AGIT dapat menjaga komitmen dan itikad baiknya dalam melaksanakan pembangunan dan pengembangan Pelabuhan Anggrek untuk 30 tahun ke depan," kata Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi dalam pernyataan tertulisnya, Selasa (28/9).
Dengan begitu menurutnya juga tetap mematuhi aturan yang berlaku. Dengan begitu pelayanan Pelabuhan Anggrek dapat terlaksana secara efektif dan efisien.
Budi menyampaikan PT AGIT selaku pengelola pelabuhan agar selalu memperhatikan perkembangan teknologi dan transformasi digital. Selain itu juga berwawasan lingkungan atau Ecoport.
Dia memastikan, PT AGIT memiliki kredibilitas untuk melaksanaan pengelolaan. Begitu juga dengan pengembangan Pelabuhan Anggrek setelah resmi dikelola.
Budi meminta agar pihak pengelola dapat bersinergi secara nasional dan internasional, terutama dengan pemerintah daerah. Budi menilai pekerjaan kepelabuhan tidak bisa dikerjakan sendiri namun dibutuhkan sinergi dan kolaborasi dari seluruh pihak.
“Tentunya kami, bersama dengan Bappenas dan Kementerian Keuangan akan tetap berkomitmen dalam mendukung pembangunan sampai pengelolaannya,” ungkap Menhub.
Budi mengharapkan, kehadiran Pelabuhan Anggrek diharapkan mampu meningkatkan konektivitas logistik. Selain itu juha mendorong pertumbuhan ekonomi di Gorontalo dan kawasan sekitarnya serta meningkatkan daya saing Indonesia.
Sebelumnya, pada Juli 2021, Kemenhub melalui Direktorat Jenderal Perhubungan Laut dan PT AGIT telah menandatangani perjanjian kerjasama melalui skema KPBU. PT AGIT terdiri dari sejumlah perusahaan yakni PT Gotrans Logistics International, PT Anugerah Jelajah Indonesia Logistic, PT Titian Labuan Anugrah, dan PT Hutama Karya (Persero).
Investasi kerja sama tersebut sebesar Rp 1,4 triliun dan biaya operasional sebesar Rp 5,2 triliun yang akan dikerjasamakan selama 30 tahun, dengan besaran pendapatan konsesi 2,5 persen per tahun dari Pendapatan Kotor yang dapat dinaikkan secara progressif serta pembagian kelebihan keuntungan (clawback) sebesar 50 persen disetorkan oleh Badan Usaha dalam penyediaan infrastruktur.
Ruang lingkup penyelenggaraan proyek KPBU tersebut meliputi penyediaan dermaga untuk peti kemas yang dapat mengakomodir kapal dengan ukuran 30.000 DWT dan general kargo dengan ukuran 10.000 DWT. Begitu juga untuk kegiatan bongkar muat barang, peti kemas, curah dan penyediaan pelayanan jasa terkait kepelabuhanan lainnya sesuai dengan penyelenggaran proyek KPBU.