REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Ketua DPP PSI, Isyana Bagoes Oka, mempertanyakan SK pemberhentian anggota DPRD DKI, Viani Limardi, yang sempat tersebar beberapa waktu lalu. Padahal, kata dia, SK itu bersifat internal, meski menyatakan pemberhentian selamanya pada kader yang sempat menuai beberapa kontroversi itu.
“Pemberhentian selamanya terhadap Sis Viani Limardi dari keanggotaan (terjadi) pada Sabtu 25 September 2021. Kami tidak tahu bagaimana surat pemberhentian itu menyebar,” kata Isyana, dalam keterangannya, Rabu (29/9).
Isyana melanjutkan, PSI akan terus memastikan nilai-nilai yang terawat dan dipraktikkan. Menurut dia, nilai-nilai tersebut harus dijalankan oleh semua kader secara konsisten.
“Menjadi anggota DPRD adalah tanggung jawab, bukan privilege yang tidak dapat dievaluasi. Kami tak pernah meminta hal-hal seperti pemotongan gaji dan uangnya disetor ke partai. Kami hanya meminta mereka hadir dan kerja untuk rakyat,” jelas mantan penyiar berita itu.
Menurut dia, pemecatan Viani sudah sesuai dengan beberapa evaluasi panjang dan berjenjang sesuai runutan PSI. Bahkan, sebelum diputus di DPP PSI, Tim Pencari Fakta (TPF) soal tingkah laku Viani juga dikerahkan.
“TPF juga telah memanggil secara resmi Sis Viani Limardi. Dalam sesi tersebut, yang bersangkutan diberi kesempatan luas untuk menyampaikan jawaban dan sanggahan atas pertanyaan TPF,” lanjut Isyana.
Setelah semua proses, kata Isyana, Viani dinyatakan tidak sejalan lagi dengan visi-misi partai. Bahkan, dia diklaim Isyana terbukti melanggar AD/ART Partai, tepatnya Anggaran Rumah Tangga Pasal 5 tentang kewajiban anggota.
Menanggapi pemecatan tersebut, Viani Limardi, berencana menuntut PSI karena pemecatan dan tuduhan penggelembungan dana reses. Menurut dia, pihaknya tidak akan tinggal diam menyoal hal tersebut.
Terlebih, ketika dia mengaku tidak diberikan kesempatan untuk melakukan klarifikasi.
"Namun, kali ini saya tidak akan tinggal diam dan saya akan melawan dan menggugat PSI sebesar satu triliun", kata Viani dalam keterangannya, di Jakarta, Selasa (28/9).
Dirinya juga menampik surat keterangan PAW dirinya yang menerangkan jika pelanggaran penggelembungan dana itu terjadi di Maret 2021 silam. Menurut dia, dari total nilai reses sekitar Rp 302 juta itu, memang telah diantisipasi untuk 16 titik reses.
"Itu fitnah yang sangat busuk dan bertujuan membunuh karakter saya" kata Viani dalam keterangannya di Jakarta, Selasa (28/9).