Rabu 29 Sep 2021 13:18 WIB

Pegawai KPK Pilih Cermati Dulu Tawaran ASN Polri

Presiden sudah menyetujui penarikan pegawai KPK tak lolos TWK ke Polri.

Red: Indira Rezkisari
Mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi BEM Seluruh Indonesia (BEM SI) dan Gerakan Selamatkan KPK menggelar aksi unjuk rasa di sekitar Gedung Merah Putih KPK di Jakarta, Senin (27/9/2021). Aksi demonstrasi itu menuntut pembatalan pemecatan 56 pegawai KPK yang gagal Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) pada 30 September mendatang.
Foto: ANTARA/Indrianto Eko Suwarso
Mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi BEM Seluruh Indonesia (BEM SI) dan Gerakan Selamatkan KPK menggelar aksi unjuk rasa di sekitar Gedung Merah Putih KPK di Jakarta, Senin (27/9/2021). Aksi demonstrasi itu menuntut pembatalan pemecatan 56 pegawai KPK yang gagal Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) pada 30 September mendatang.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Rizkyan Adiyudha, Haura Hafizah, Febrianto Adi Saputro, Antara

Tawaran muncul dari Kapolri Jendral Polisi Listyo Sigit Prabowo agar pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang tidak lolos Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) ditarik sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) Polri. Direktur Sosialisasi dan Kampanye Anti-Korupsi KPK non aktif Giri Supardiono mengaku akan mencermati penawaran tersebut. 

Baca Juga

"Kami masih konsolidasi dahulu bersama dengan 56 pegawai lainnya dan semua stakeholder antikorupsi untuk menyikapi kebijakan pemerintah ini," kata Giri Supardiono di Jakarta, Rabu (29/9). Ia mengaku tidak ingin terburu-buru dalam menyikapi kebijakan tersebut. 

Dia mengatakan, masih banyak pertanyaan dan hal yang harus diklarifikasi terkait rencana kebijakan dimaksud. "Nanti akan kami sampaikan secara resmi setelah ada kejelasan sikap kami," katanya.

Pengamat Politik sekaligus Direktur Lingkar Madani Indonesia (LIMA) Ray Rangkuti menilai sebaiknya 56 pegawai tersebut dikembalikan saja ke KPK, karena instansi Polri bersifat temporal. "Ya ini langkah baik tapi kurang tepat. Pada akhirnya, TWK dijadikan patokkan. Sebaiknya dikembalikan ke KPK saja. Kenapa? Polisi itu bersifat temporal. Tergantung misi Kapolrinya nanti. Kalau sekarang memang Kapolrinya melihat korupsi prioritas utama. Nanti, kalau Kapolrinya berganti misinya beda jadi tidak optimal. Sebaiknya, dikembalikan ke KPK kan jelas fokusnya berantas korupsi," katanya. 

Kemudian, ia melanjutkan hal ini dapat memulihkan nama baik para pegawai KPK yang distempel tidak memiliki wawasan kebangsaan tersebut. Pada waktu itu, tidak bisa dibayangkan bagaimana perasaan mereka dan keluarga mereka mendapat stempel tidak setia pada NKRI justru setelah belasan tahun mereka menjadi ujung tombak penegakan hukum. 

"Benar-benar ironi KPK. Selain untuk memulihkan nama baik mereka, penempatan mereka sebagai ASN Polri khusus dibidang tipikor tentu sesuai dengan keahlian yang telah mereka asah selama belasan tahun. Mereka bukan saja ahli dalam mengejar koruptor dan membongkar korupsinya, tapi lebih dari itu, mereka dikenal memiliki integritas yang tinggi untuk tugas yang sebenarnya sangat mudah mereka terjerembab di dalamnya," kata dia.

Ia menambahkan terdapat temuan Komnas HAM, Komisi Ombudsman serta protes masyarakat kalau penyelenggaraan TWK peralihan status staf KPK menjadi ASN tidak didasarkan pada penilaian yang objektif. Alih-alih objektif, pelaksanaan itu seperti dipaksakan dan dibuat dengan dasar aturan yang lemah. 

Akibatnya, terdapat banyak kejanggalan pada hasilnya yang justru memantik protes masyarakat Indonesia. Sebab, jika benar masalah staf KPK ini ada pada wawasan kebangsaan, pasti pintu lapangan kerja di instansi pemerintah manapun, dengan sendirinya tertutup bagi mereka. Inilah pokok sebab dari banyak protes masyarakat itu.

"Bagaimana KPK memberlakukan pegawai yang sudah membuktikan darmanya bagi negeri ini malah berujung dinilai tidak memiliki wawasan kebangsaan. Jelas, sangat menusuk hati karena hal ini seperti penghinaan bagi staf KPK yang dinyatakan tidak lolos TWK dan sulit diterima akal sehat," ujar dia.

Ia berharap Presiden Joko Widodo (Jokowi) membatalkan hasil TWK dan sesegera mungkin menerima mereka kembali menjadi pegawai KPK. "Keahlian dan integritas mereka yang tinggi akan jauh lebih optimal jika ditempatkan di KPK. Sehingga tujuan kami mencegah korupsi dan memburu koruptor akan lebih berdaya," ujar dia.

Anggota Komisi III DPR RI, Hinca Pandjaitan, menilai langkah Kapolri tepat. Hinca menilai keputusan tersebut merupakan jalan tengah yang paling ideal. "Toh sama-sama lembaga penegakan hukum, mungkin juga ini akan jadi baik bagi Polri, tambah energi baru, menambah kekuatan baru, dan tidak ada yang kehilangan, sebab semuanya sama-sama menegakkan hukum, jadi saya mengapresiasi jalan pikiran dan terobosan yang dilakukan Kapolri," kata Hinca di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (29/9).

Menurutnya pengabdian bisa dilakukan di mana saja dengan tetap menghormati karakter, integritas, dan kemampuan 56 pegawai KPK tersebut. Karena itu terobosan yang dilakukan Kapolri menurutnya perlu diapresiasi.

"Saya tidak ingin lagi kembali ke soal kemarin, ke belakang, kita mau lihatnya ke depan. Saya berharap teman-teman tunjukan kemampuannya di situ. Saya kira mekanisme di Polri juga bisa begitu, saya kira itu oke, toh ini rumah kita bersama," ungkapnya.

Selain itu politikus Partai Demokrat itu juga menghargai sikap Presiden Jokowi yang merestui langkah Kapolri tersebut. Ia menuturkan, sikap Presiden tersebut menunjukkan bahwa dirinya juga ingin mencari jalan keluar persoalan tersebut.

"Itu harus kita hargai, karena mentok terus, buntu terus. Mari kita tiru air yang mengalir, kalau dia mentok, dia akan mencari jalannya sampai menemukan ujungnya. Saya anggap ini terobosan baru yang sekali lagi mudah-mudahan baik," tuturnya.

 

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement