Jokowi Diminta Lihat Rekomendasi Komnas HAM Soal Pegawai KPK

Rep: Rizkyan Adiyudha/ Red: Agus raharjo

Komnas HAM RI menyampaikan Laporan Tim Penyelidikan Komnas HAM RI atas Dugaan Pelanggaran HAM dalam  Alih Status Pegawai KPK melalui Asesmen TWK
Komnas HAM RI menyampaikan Laporan Tim Penyelidikan Komnas HAM RI atas Dugaan Pelanggaran HAM dalam  Alih Status Pegawai KPK melalui Asesmen TWK | Foto: dok. Komnas HAM

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) melihat rekomendasi Komnas HAM dan Ombudsman terkait hasil asesmen tes wawasan kebangsaan (TWK). Hal ini seharusnya dilakukan sebelum mengizinkan 57 pegawai KPK ditarik ke kepolisian.

"Sebaiknya Presiden menyampaikan sikap resminya terhadap temuan dan rekomendasi Komnas HAM terlebih dahulu sebelum memberikan izin kepada institusi lain untuk mengambil inisiatif terkait status 57 pegawai KPK," kata Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara di Jakarta, Rabu (29/9).

Komisioner Komnas HAM lainnya, Choirul Anam mengatakan penjelasan tersebut dibutuhkan agar masyarakat memahami keputusan telah diambil mengikuti rekomendasi Komnas HAM sebagian atau seluruhnya. Dia menegaskan, hal ini penting mengingat ada berbagai pelanggaran HAM dalam pelaksanaan TWK.

Anam mengingatkan, pelanggaran HAM itu salah satunya lahir karena proses tes yang melanggar hukum, terselubung dan ada yang ilegal. Dia menegaskan bahwa kondisi itu harus tetap dijadikan konteks dalam dasar kebijakan Presiden Jokowi.

"Ide yang ditawarkan oleh Kapolri jika dipahami secara mendalam dapat diartikan sebagai sikap Presiden," katanya.

Lebih lanjut, dia mengungkit arahan Presiden Jokowi yang intinya pelaksanaan TWK dan peralihan status tidak boleh merugikan pegawai KPK. Anam mengatakan, arahan ini pula yang seharusnya menjadi salah satu dasar rekomendasi disamping putusan Mahkamah Konstitusi (MK).

"Dari beberapa hal diatas rekomendasi kami tetap kami jadikan rujukan utama. Dan kami berharap mendapat penjelasan langsung presiden terkait substansi penjelasan kapolri," katanya.

Seperti diketahui, KPK resmi memecat 57 pegawai yang dinilai tidak memenuhi syarat (TMS) berdasarkan TWK, termasuk penyidik senior Novel Baswedan. Pemberhentian tersebut berlaku efektif per 1 Oktober 2021 nanti.

TWK yang merupakan proses alih pegawai KPK menjadi ASN kemudian menjadi polemik. Ombudsman telah menemukan banyak kecacatan administrasi serta didapati sejumlah pelanggaran HAM oleh Komnas HAM.

Dalam perkembangannya, Kapolri berkeinginan untuk menarik 57 pegawai KPK yang tak lulus TWK sebagai ASN Polri. Menurut Kapolri keinginannya itu telah disampaikan kepada Presiden Jokowi dan disetujui.

Sigit mengatakan, puluhan pegawai KPK itu akan ditarik Polri untuk memperkuat Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri. Dia melanjutkan, ada tugas tambahan terkait upaya pencegahan dan upaya lain yang harus dilakukan kepolisian dalam rangka mengawal program penanggulangan Covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional serta kebijakan strategis yang lain.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini

Terkait


Kabareskrim: Pengangkatan Pegawai KPK Bukan untuk Penyidik

BKN: Alih Pegawai KPK jadi ASN Polri tak Akan Langgar UU

Pegawai KPK: Tawaran Kapolri Tegaskan Masalah Dalam TWK

Kapolri Pastikan Pengamanan Pembukaan PON XX Berjalan Baik

Jokowi Tekankan Pentingnya Rehabilitasi Hutan Mangrove 

Republika Digital Ecosystem

Kontak Info

Republika Perwakilan DIY, Jawa Tengah & Jawa Timur. Jalan Perahu nomor 4 Kotabaru, Yogyakarta

Phone: +6274566028 (redaksi), +6274544972 (iklan & sirkulasi) , +6274541582 (fax),+628133426333 (layanan pelanggan)

[email protected]

Ikuti

× Image
Light Dark