Rabu 29 Sep 2021 20:30 WIB

Taliban Desak AS Berhenti Melanggar Wilayah Udara

Taliban desak AS menghentikan pelanggaran wilayah udara Afghanistan

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Christiyaningsih
Seorang tentara Taliban berjaga-jaga di Bandara Internasional Hamid Karzai di Kabul, Afghanistan, Minggu, 5 September 2021.
Foto: AP/Wali Sabawoon
Seorang tentara Taliban berjaga-jaga di Bandara Internasional Hamid Karzai di Kabul, Afghanistan, Minggu, 5 September 2021.

REPUBLIKA.CO.ID, KABUL – Taliban memperingatkan Amerika Serikat (AS) untuk menghentikan pelanggaran wilayah udara Afghanistan. Menurut Taliban, jika hal itu terus terjadi maka akan ada konsekuensi negatif.

Terkait pelanggaran wilayah udara Afghanistan, Taliban menyorot serangan yang dilakukan pesawat nirawak (drone) AS. Taliban menilai tindakan tersebut merupakan pelanggaran keamanan nasional.

Baca Juga

“Kami baru-baru ini melihat AS melanggar semua hak internasional, hukum, dan komitmennya kepada Imarah Islam di Doha, Qatar, karena wilayah udara suci Afghanistan sedang diserang pesawat tak berawak AS,” kata juru bicara pemerintahan Taliban Zabihullah Mujahid pada Rabu (29/9) dikutip laman Anadolu Agency.

Imarah Islam adalah nama yang disebut Taliban untuk pemerintahannya. Mujahid mendesak AS segera menghentikan pelanggaran wilayah udara Afghanistan. “Negara, di bawah hukum internasional, adalah satu-satunya pemilik kedaulatan teritorial dan udara mereka. Karena itu, Imarah Islam sebagai satu-satunya badan hukum Afghanistan adalah penjaga wilayah darat serta udara Afghanistan,” ujar Mujahid.

“Kami menyerukan kepada semua negara, terutama AS, untuk memperlakukan Afghanistan berdasarkan hak, hukum, dan komitmen internasional, dengan mempertimbangkan saling menghormati serta komitmen, guna mencegah konsekuensi negatif apa pun,” kata Mujahid menambahkan.

Pada 29 Agustus lalu, AS melancarkan serangan dengan pesawat nirawak ke Kabul. Mereka membidik Zamari Ahmadi, pekerja kemanusiaan yang diduga memiliki hubungan dengan ISIS-Khorasan. Pada 17 September, Washington mengakui serangan udara tersebut mengakibatkan 10 warga sipil tewas.

Kepala Komando Pusat AS Jenderal Frank McKenzie menyampaikan belasungkawa mendalam kepada para keluarga korban. Dia menyebut serangan itu dilakukan dengan keyakinan bahwa jika tak dieksekusi, keberadaan pasukan AS di sana, termasuk para pengungsi, bakal terancam.

Namun keluarga dan kerabat dari 10 korban tewas akibat serangan drone AS menolak permintaan maaf dan belasungkawa. Mereka menyebut apa yang dilakukan Washington merupakan kejahatan perang. Mereka menuntut keadilan di bawah hukum internasional.

Bandara Kabul sempat dikoyak serangan bom pada 26 Agustus lalu. Lebih dari 170 orang tewas, 13 di antaranya adalah tentara AS. Kelompok ISIS-Khorasan (ISIS-K) mengklaim bertanggung jawab atas insiden tersebut. AS telah menyelesaikan misi evakuasinya pada 30 Agustus lalu. AS mengevakuasi setidaknya 120 ribu orang, termasuk warga Afghanistan yang rentan dan berisiko.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement