Kamis 30 Sep 2021 00:35 WIB

Lara 200 Manusia Silver Berkeliaran, Mengemis, dan Mengamen

Manusia silver baru itu dari profesi pemulung, mantan sopir angkot dan pedagang K5.

Rep: Rusdy Nurdiansyah / Red: Agus Yulianto
Sejumlah pengamen anak manusia silver berada di Jalan Raya Cikaret, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Jumat (23/7/2021). Organisasi Buruh Internasional (ILO) pada Juni 2021 melaporkan terdapat 160 juta anak berusia 5 hingga 17 tahun yang menjadi pekerja dimana sebanyak 55,8 persen merupakan pekerja anak berusia di bawah 11 tahun dan 22,3 persen berusia 12 hingga 14 tahun.
Foto: ANTARA/Yulius Satria Wijaya
Sejumlah pengamen anak manusia silver berada di Jalan Raya Cikaret, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Jumat (23/7/2021). Organisasi Buruh Internasional (ILO) pada Juni 2021 melaporkan terdapat 160 juta anak berusia 5 hingga 17 tahun yang menjadi pekerja dimana sebanyak 55,8 persen merupakan pekerja anak berusia di bawah 11 tahun dan 22,3 persen berusia 12 hingga 14 tahun.

REPUBLIKA.CO.ID, Pandemi Covid 19 yang belum berakhir hingga kini, membuat kehidupan seseorang menjadi semakin parah. Salah satunya adalah aktivitas manusia silver yang terpaksa berkeliaran, mengemis, dan mengamen, demi mendapatkan rupiah dari belas kasihan orang lain.

Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) mencatat setidaknya ada 200 manusia silver yang berkeliaran di jalan di Kota Depok. Kegiatan manusia silver tersebut yakni mengemis dan mengamen.

Ketua Komnas PA, Arist Merdeka Sirait mengatakan, kegiatan manusia silver itu kebanyakan mengemis dan mengamen di jalan. Hal itu dikarena desakan ekonomi karena pandemi Covid-19. 

 

photo
Sejumlah manusia silver berjalan jongkok saat diamankan personel Satpol PP. (ANTARA/Muhammad Arif Pribadi)

 

"Bahkan, manusia silver tak jarang melibatkan bayi, anak hingga orang tua. Dari data yang dikumpulkan dari berbagai sumber manusia silver, ada banyak bermunculan sejak pandemi Covid-19," ujar Arist dalam siaran pers yang diterima Republika.co.id, Rabu (29/9).

Dari data KPAI, sebelumnya menyebutkan rata-rata manusia silver berasal dari profesi pemulung, mantan sopir angkot dan mantan pedagang kaki lima. Hal ini memang dilakukan dengan terpaksa agar dapat bertahan hidup. 

"Perpindahan profesi secara otomatis menyatakan ada keuntungan besar yang ditawarkan menjadi manusia silver sehingga berimigrasi untuk mendapatkan keuntungan yang berbeda dari profesi sebelumnya. Semuanya terpaksa beralih profesi. Pasti ada keuntungan yang berbeda," ungkap Arist

 Menurut Arist, penanganan terhadap manusia silver yang belakangan banyak bermunculan tidak bisa melalui pendekatan kriminalitas. Melainkan, melalui pendekatan kemanusiaan dan mencari akar permsalahannya, sehingga pencegahan merebaknya manusia silver bisa berjalan efektif.

"Keberadaan manusia silver menjadi masalah kesejahteraan sosial yang harus segera dibenahi Pemerintah Kota (Pemkot) Depok, dengan mencari akar permasalahan hingga memberikan solusi yang tepat agar terus tidak menjamur," tuturnya.

Dia juga menyarankan, agar pemerintah dapat mengadopsi atau merawat manusia silver tersebut, yang memang ekonominya berada di bawah sehingga terpaksa menjadi manusia silver. "Demi kepentingan terbaik dan masa depan anak Depok, Pemerintah wajib mengalokasikan dana yang cukup memadai untuk pelayanan sosial kemanusiaan," jelasnya

Kepala Satpol PP Kota Depok, Lienda Ratnanurdiany mengatakan telah melakukan razia pada bulan Februari lalu, dengan menyambangi titik yang kerap menjadi area manusia silver beraktifitas.

"Kebanyakan mereka berkegiatan di lampu merah dan perputaran arah. Cukup banyak juga mereka berada di Jalan Margonda dan Jalan Juanda. Kami rutin melakukan razia, yang terjaring razia kami data dan diserahkan ke Dinas Sosial (Dinsos) Kota Depok untuk ditangani permasalahannya," ungkapnya. 

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement