Rabu 29 Sep 2021 22:05 WIB

Kompetensi Bahasa Mutlak Diperlukan dalam Belajar Agama 

Bahasa Arab merupakan kunci untuk menggali khazanah Islam

Bahasa Arab merupakan kunci untuk menggali khazanah Islam. Ilustrasi bahasa Arab
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Bahasa Arab merupakan kunci untuk menggali khazanah Islam. Ilustrasi bahasa Arab

Oleh : Ustadz Yendri Junaidi Lc MA, dosen STIT Diniyyah Puteri Padang Panjang, alumni Al-Azhar Mesir

REPUBLIKA.CO.ID, —Ada seorang ustadz salah dalam membaca kitab. Lalu dikoreksi dan dikritik ustadz yang lain.

Tiba-tiba datang ustadz ketiga lalu membela ustadz pertama, sambil berkata, "Apakah ustadz tak boleh salah? Itu hal biasa saja. Jangan hanya lihat kesalahannya dalam membaca kitab saja, lihat juga sisi-sisi positif dan kebaikannya yang lain." 

Baca Juga

Ilustrasi di atas tidak berangkat dari khayalan belaka. Ini memang terjadi. Hanya saja sengaja dideskripsikan secara simpel dan tidak menyebut pihak-pihak yang terlibat. 

Pembelaan dari ustadz yang terakhir terhadap ustadz pertama yang salah dalam membaca kitab bisa saja dimaklumi kalau ustadz kedua mengkritik ustadz pertama secara berlebihan, tidak memperhatikan etika dan tata-krama, atau bahkan sampai menjelek-jelekkan pribadi ustadz yang dikritiknya.  

Tapi jika ustadz kedua mengkritik dengan sopan dan tetap menjaga harga diri ustadz yang dikritiknya maka ustadz ketiga sesungguhnya tidak mengerti duduk permasalahan dan tujuan dari kritik yang disampaikan. Ia hanya mengandalkan 'athifiyyah (emosional) atau 'rasa setiakawan se-fikrah' semata.   

Kritikan terhadap bacaan kitab perlu disampaikan untuk menyadarkan diri sang ustadz (yang dikritik) bahwa ia perlu belajar lagi. Ia mesti menyadari bahwa dengan kesalahan baca tersebut (apalagi yang bersifat jaliyy) ia belum sepatutnya memberikan fatwa atau melakukan istinbath hukum.

Ia tidak akan kehilangan sebutan 'ustadz' nya dengan kesalahan itu, tapi ia belum layak untuk masuk ke ranah yang seharusnya belum dimasukinya. Ia bisa memainkan peran sebagai ustadz dalam konteks memberikan tadzkirah, tausiyah dan yang semisalnya. 

Bagaimana kita akan yakin dengan kesimpulan hukum dari seorang ustadz yang belum mengerti apa itu fa'il, naib al-fa'il, maf'ul bih, dan sebagainya? Bagaimana mungkin kita bisa menerima begitu saja penukilan fatwa yang dilakukan seorang ustadz kalau membaca isim yang majrur saja ia masih salah? Bagaimana bisa kita hanya diam saja ketika ada ustadz yang berapi-api mengatakan ini halal dan ini haram, tapi ketika ia membaca :  

أستغفر الله العظيم Ia baca dengan kasrah pada huruf haˋ di lafaz jalalah, ia baca : astaghfirullahil 'azim?  

Kompetensi bahasa sesungguhnya tidak hanya mutlak dimiliki para ulama yang mau tak mau mesti berinteraksi dengan nash Arab. Para penguasa (khalifah) pun mesti memiliki kemampuan bahasa yang mumpuni. Apalagi dulu yang menjadi khatib Jumat adalah khalifah sendiri. Maka wajar kalau salah seorang khalifah berucap:  

شيبني اعتلاء المنابر "Saya dibuat beruban gara-gara harus naik mimbar."      

Suatu ketika Abdul Malik bin Marwan, khalifah terkenal Bani Umayyah, berkhutbah Jumat. Salah seorang jamaah yang datang adalah seorang Arab dari kampung (badui) yang keaslian bahasanya masih terjaga.    

Tiba-tiba sang khalifah salah membaca...

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement