REPUBLIKA.CO.ID, WELLINGTON -- Selandia Baru mengesahkan Undang-Undang (UU) keamanan baru untuk mengkriminalisasi persiapan serangan teror pada Kamis (3/9). Keputusan itu akan memperketat celah yang sebelumnya dipicu seorang pria melakukan penusukan massal di kota terpadat di negara itu.
Menteri Kehakiman Selandia Baru Kris Faafoi menyatakan, UU keamanan baru itu akan menghukum upaya merencanakan dan mempersiapkan serangan teror. Aturan tersebut sejalan dengan sebagian besar negara lain.
"Sifat terorisme telah berubah. Di seluruh dunia ada lebih banyak aktor tunggal, daripada kelompok terorganisir yang lebih besar," kata Faafoi dalam sebuah pernyataan melalui email.
Selandia Baru berusaha selama berbulan-bulan untuk memperkuat UU keamanannya di tengah peningkatan kekhawatiran akan serangan teror tunggal. Aturan baru itu akhirnya dikeluarkan melalui parlemen setelah Aathil Mohamed Samsudeen menikam dan melukai tujuh orang di sebuah supermarket di Auckland awal bulan ini.
Undang-undang baru itu muncul kurang dari sebulan setelah polisi menembak mati Samsudeen beberapa saat setelah dia melancarkan serangannya. Warga negara Sri Lanka berusia 32 tahun ini sebelumnya telah divonis dan dipenjarakan selama sekitar tiga tahun sebelum dibebaskan pada Juli.
Selandia Baru pada 2020 tidak berhasil menuntut Samsudeen dengan pelanggaran terorisme setelah dia membeli pisau berburu dan ditemukan dengan video ISIS. Namun, seorang hakim memutuskan Samsudeen tidak melanggar UU teror Selandia Baru pada saat itu. Dia dibebaskan, meskipun ditempatkan di bawah pengawasan polisi 24 jam.