REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Penelitian terbaru menemukan Inisiatif Belt and Road (BRI) China hampir kehilangan momentum. Sebab negara-negara yang terlibat terlilit utang dan pihak yang menentang inisiatif itu juga semakin besar sehingga ada kemungkinan skema saingan dapat mendorong Beijing keluar.
Pada 2013 lalu Presiden Xi Jinping meluncurkan BRI untuk memperkuat China dalam membiayai dan membangun infrastruktur di luar untuk 'mengembangkan komunitas yang memiliki kepentingan bersama'. Tidak hanya di Asia tapi juga Afrika hingga Amerika Latin.
Namun penelitian AidData menemukan kini 'proyek abad ini' itu menghadapi tantangan terbesar dan perlawanan keras dari masyarakat internasional. AidData merupakan laboratorium penelitian di College of William and Mary di Amerika Serikat (AS).
"Semakin banyak pembuat kebijakan di negara-negara pendapatan rendah dan menengah menghentikan proyek-proyek besar BRI karena terlalu mahal, korupsi, dan khawatir dengan keberlanjutan utang," kata Brad Parks salah satu penulis hasil penelitian AidData seperti dikutip Al Arabiya, Kamis (30/9).
AidData mengungkapkan selama 2013 hingga 2021 Malaysia sudah membatalkan proyek BRI senilai 11,58 miliar dolar AS. Kazakhstan membatalkan proyek senilai hampir 1,5 miliar dolar AS dan Bolivia membatalkan proyek senilai lebih dari 1 miliar dolar AS.