Jumat 01 Oct 2021 05:47 WIB

Sunnatullah: Petunjuk Tuhan dan Godaan Setan

Petunjuk Tuhan dan godaan setan menjadi sunnatullah yang berjalan beriringan

Kisah Iblis Menolong Sahabat Nabi (Ilustrasi)
Foto: pxhere
Kisah Iblis Menolong Sahabat Nabi (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, Semua yang terjadi di dunia ini tak berjalan dengan kebetulan. Benda-benda di jagat ini bahkan sudah diikat dalam aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh pencipta-Nya, Allah SWT tak hanya menetapkan aturan bagi makhluk mati seperti planet, tumbuhan dan hewan. Dia juga menerapkan hukum bagi manusia. 

Aturan itu ada yang berkaitan manusia dengan manusia dan hubungan manusia dengan Allah. Kita lazim menyebutnya dengan nama Sunnatullah, dua kata yang berasal dari kata Sunnah dan Allah. Arti kata Sunnah adalah perjalanan atau cara. Dengan demikian, Sunnatullah dijelaskan sebagai cara yang diikuti dan yang berlaku dalam hubungan antara Allah dengan manusia disebabkan sikap dan perbuatan mereka terhadap syariat Allah dan risalah para nabi yang melahirkan ketetapan-ketetapan Allah atas mereka di dunia dan di akhirat. 

Di dalam salah satu ayat Alquran, kita bisa merasakan itu. “Setelah ada kesulitan pasti ada kemudahan (QS Al Insyirah: 5-6). Kejadian ini memang tidak seperti ilmu sains yang dibuktikan dalam laboratorium. Ia hanya dapat dibuktikan dalam peristiwa yang terjadi pada masa lalu dan yang sudah terjadi.

Sunnatullah sudah berlaku bagi manusia sejak Nabi Adam AS diciptakan. Salah satunya adalah ketika mendapatkan petunjuk pasti akan berhadapan dengan setan.  Setan tidak rela membiarkan manusia mengikuti petunjuk Allah. Ia akan berusaha sekuat tenaga memastikan manusia meninggalkan petunjuk. Artinya, ketika kita mengikuti petunjuk maka kita pasti akan berhadapan dengan setan. 

Sebelum tinggal di bumi, Nabi Adam AS mendapat informasi jika setan adalah musuh bagi dirinya dan istrinya. Setan akan berupaya menggodanya sehingga lupa mengikuti petunjuk. Tujuannya supaya Nabi Adam AS dikeluarkan dari surga dan hidup dalam kesengsaraan. 

Di dalam QS Thaahaa: 117, Allah SWT berfirman, “Maka kami berkata: ‘Hai Adam, sesungguhnya ini (iblis atau setan) adalah musuh bagimu dan bagi istrimu, maka sekali-kali janganlah sampai ia mengeluarkan kamu berdua dari surga, yang menyebabkan kamu menjadi celaka.” 

Meski sudah ada peringatan dari Allah, namun setan tidak berputus asa. Dia mencoba mendatangi Nabi Adam dan menggodanya. Ia membungkus niat jahatnya dengan kata-kata manis yang mempesona. “Kemudian setan membisikkan pikiran jahat kepadanya, dengan berkata: “Hai Adam, maukah saya tunjukkan kepada kamu pohon khuldi dan kerajaan yang tidak akan binasa?” (Q.S.Thaahaa: 120). 

Tidak cukup sampai disitu, setan menipu Nabi Adam AS dan Siti Hawa agar tidak ragu dalam mengikuti nasihatnya, Allah SWT berfirman; “Dan dia (setan) bersumpah kepada keduanya. “Sesungguhnya saya adalah termasuk orang yang memberi nasihat kepada kamu berdua.” (QS Al Araf: 21). 

Setan telah berusaha mengganggu kita sejak awal kehidupan. Itulah sebabnya mengapa kita mengumandangkan adzan di telinga anak ketika baru lahir ke dunia. Tujuannya, selain memperkenalkan kalimat tauhid juga untuk memelihara anak dari gangguan setan. 

Ketika telah dewasa, Allah masih memperingatkan kita agar jangan sekali-kali mengikuti kehendak setan. Peringatan Allah tersebut bagi semua manusia tanpa terkecuali. 

Hanya, ketika terkena rayuan setan, Allah SWT meminta kita tidak berputus asa. Setan dibiarkan menggoda manusia untuk menguji seberapa jauh tingkat iman dan takwa kita kepada Allah SWT. Tuhan masih memberi jalan lapang untuk kembali. Itulah konsepsi taubat yang kemudian menjadi unsur sunnatullah berikutnya. Siapa yang mengikuti petunjuk pasti akan bahagia.  Nabi Adam dan Siti Hawa bertaubat kepada Allah SWT. Di Jabal Rahmah dia berdoa. Allah pun menerima taubat Adam dan memberinya petunjuk. 

“Turunlah kamu berdua dari surga bersama-sama, sebagian kamu menjadi musuh bagi sebagian yang lain. Maka jika datang kepadamu petunjuk dari-Ku, lalu barang siapa mengikuti petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan tidak akan celaka.” (QS Thaahaa:123). 

Orang yang istiqamah mengikuti petunjuk Allah akan mendapatkan jaminan keselamatan meski berada di tengah orang yang sesat. Jaminan itu tidak akan didapatkan saat kita mengikuti petunjuk lain. Sebgai contoh, seorang sopir yang mengikuti petunjuk keselamatan di tengah para sopir yang serampangan tidak mungkin mendapatkan jaminan keselamatan. 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement