Jumat 01 Oct 2021 07:30 WIB

PTM Terbatas, Siapa Takut?

Belajar tatap muka penting namun harus dilakukan secara ketat.

Sejumlah siswa memakai masker saat simulasi Pembelajaran Tatap Muka (PTM) Terbatas di SMPN 5, Kota Bogor, Jawa Barat.
Foto: Antara/Arif Firmansyah
Sejumlah siswa memakai masker saat simulasi Pembelajaran Tatap Muka (PTM) Terbatas di SMPN 5, Kota Bogor, Jawa Barat.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Faozan Amar, Dosen FEB UHAMKA dan Direktur Eksekutif Al Wasat Institute.

Sejak pandemi Covid-19 mereda, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi membuat kebijakan Pertemuan Tatap Muka Terbatas (PTMT) bagi anak didik mulai dari PAUD sampai Perguruan Tinggi. Kebijakan ini didasarkan pertimbangan agar proses belajar mengajar bisa berjalan maksimal, sehingga kualitas pendidikan Indonesia meningkat serta menghindari terjadinya lost generation. Disamping itu, juga tingkat vaksinasi yang sudah tinggi serta tetap diterapkannya protokol kesehatan yang ketat dalam proses belajar mengajar. 

Tak hanya anak-anak yang senang karena bisa bertemu teman-temannya di sekolah dan kampus, orang tua juga bergembira menyambut PTMT ini. Hal ini sangat wajar dan beralasan mengingat sudah lebih 1,5 tahun belajar dalam jaringan (daring) alias belajar dari rumah (BDR), sehingga mengalami kejenuhan (boring). 

Terhitung sejak Maret 2020, Kemendikbudristek menginstruksikan agar pelaksanaan pembelajaran dilakukan secara daring dengan metode pembelajaran jarak jauh (PJJ), sebagai bagian dari ikhtiar untuk mencegah penyebaran Covid-19. Pembelajaran jarak jauh menjadi pilihan utama agar proses belajar mengajar tetap berjalan, sekalipun hasilnya belum maksimal.

Walaupun dalam pelaksanaannya banyak mengalami kendala, namun pihak penyelenggara satuan pendidikan mulai dari PAUD sampai Perguruan Tinggi telah bekerja keras membantu pemerintah agar penyebaran virus tidak meluas, yakni dengan menerapkan protokol kesehatan yang ketat. Seperti memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak, menjauhi kerumunan dan belajar dari rumah.

Para orang tua yang mendampingi anak-anaknya belajar di rumah, banyak mengeluh dengan sistem pembelajaran jarak jauh (PJJ) alias daring. Sebab, mereka belum siap dengan perubahan metode pembelajaran yang bersifat mendadak, sehingga membuat shock dan juga stres karena harus mengajari anaknya pelajaran yang tidak dikuasai serta dengan kemampuan peralatan yang terbatas.

Baca juga : Pemerintah Pastikan Pemberian Vaksin Merata dan Setara

Tentu risiko PTMT itu pasti ada, seperti terjadinya penyebaran virus Covid-19 sehingga terjadi kluster sekolah. Kekhawatiran tidak bisa konsentrasi selama proses belajar mengajar akibat dibayangi oleh wabah. Ketidaknyamanan belajar karena harus memakai masker, dan sebagainya. Namun, jika proses belajar mengajar dilakukan dengan riang gembira dan menerapkan protokol kesehatan, akan menambah imunitas tubuh sehingga menyehatkan jasmani dan rohani.

Dalam bukunya The New Me; Life after Crisis, Sinta Yudisia menjelaskan, selama ini para pakar pendidikan mengatakan bahwa pembelajaran daring tidak dapat seutuhnya dilakukan. Karena baik anak atau orang tua tidak siap dengan homeschooling. Anak-anak yang bosan, orang tua yang stres, bukanlah sebuah komposisi keluarga yang baik. Jika hal tersebut berlangsung lama, tujuan pembelajaran yang selama ini diharapkan tidak akan bisa tercapai.

Bahkan, banyak siswa terancam putus sekolah karena harus turut bekerja membantu orang tua untuk memenuhi kebutuhan hidup yang semakin mencekik.

Situasi itulah yang kemudian dapat menjadikan terjadinya lost generation, yang berdampak pada masa depan bangsa dan negara. Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G. Plate memberikan keterangan tertulis (4/9) tentang alasan PTMT perlu dipercepat karena pelaksanaan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) berkepanjangan dapat berisiko negatif pada anak. Ada tiga alasan utama yang menjadi dasar pelaksanaan PTM terbatas.

Pertama, untuk menghindari ancaman putus sekolah. Dalam hal ini, PJJ yang tidak optimal membuat anak terpaksa bekerja dan tidak belajar. Mereka harus ikut bekerja, terutama untuk membantu keuangan keluarga di tengah krisis pandemi.

Kedua, menghindari penurunan capaian belajar anak. Pembelajaran di kelas diyakini dapat menghasilkan pencapaian akademik yang lebih baik jika dibandingkan dengan PJJ. Pasalnya, perbedaan akses, kualitas materi, sarana selama PJJ dapat mengakibatkan kesenjangan capaian belajar, terutama untuk anak yang memiliki keterbatasan secara sosio-ekonomi.

Ketiga, untuk menghindari risiko psikososial atau kondisi individu mencakup aspek psikis dan sosial pada anak selama PJJ. Risiko ini meliputi peningkatan kekerasan pada anak di rumah, risiko pernikahan dini, eksploitasi anak terutama perempuan, serta kehamilan remaja. Selain itu, anak juga dapat merasa tertekan selama PJJ karena tidak bermain dan bertemu dengan kawan-kawannya dalam waktu lama.

Dengan melihat dampak positif dari pembelajaran tatap muka, maka sudah seharusnya kita optimis untuk melaksanakannya sesuai dengan protokol kesehatan yang ketat. Hal ini dimaksudkan agar generasi muda calon pemimpin bangsa tetap semangat dalam belajar untuk menyongsong masa depan yang lebih baik.

Baca juga : Cegah Klaster PTM Terbatas, Pemkot Lakukan Swab Antigen Acak

Optimisme dalam kehidupan manusia dapat mempengaruhi tingkat kehidupan menjadi lebih baik dan membantu individu mengatasi kesulitan yang tengah dihadapinya. Individu yang memiliki sifat optimis, dapat terhindar dari stres,  karena cenderung memiliki imunitas tubuh yang kuat. Sehingga dapat menjalani akfitifitas kehidupan dengan baik.

Oleh karena itu agar tetap optimis melaksanakan PTMT pada masa Pandemi, maka langkah-langkah yang harus dilakukan, sebagaimana direkomendasikan Muhammadiyah Covid-19 Command Center (MCCC), sebagai berikut ;  Pertama, fokus dengan hal yang bisa dikendalikan. Kita tidak dapat mengontrol perilaku orang lain, namun kita dapat mengontrol diri sendiri untuk menghindari pikiran negatif. 

Kedua, menyaring berita yang diterima. Jika berita buruk yang selalui dibaca, ditonton atau didengarkan, maka fikiran perlu dialihkan untuk dengan membaca, menonton dan mendengarkan berita yang positif, seperti peningkatan jumlah pasien yang sembuh dari Covid-19, angka penyeberan yang menurun, jumlah masyarakat yang divaksin dan sebagainya.

Ketiga, tekad dan ikhtiar. Dengan tekad dan ikhtiar yang sungguh-sungguh dan optimis, maka Allah akan meringankan beban hidup serta memberi kemudahan kepada manusia. Keempat, semua orang sedang berjuang bersama. Setiap orang sedang mengusahakan yang terbaik demi berakhirnya pandemi Covid-19. Jadi tak perlu risau dan mari terus berjuang untuk menang melawan pandemi agar menjadi endemi.  

Dengan semangat optimisme dan penerapan protokol kesehatan, maka kegiatan PTM terbatas, Siapa takut?. Wallahualam. 

 

 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement