REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua DPR Lodewijk F Paulus menyebut, DPR masih menunggu keputusan pemerintah dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) terkait tanggal pelaksanaan pemilihan umum (Pemilu) 2024. Jika tanggal pelaksanaan sudah ditetapkan, ia meminta pihak-pihak terkait segera melakukan simulasi dari tahapan-tahapannya.
"Awalnya kita sudah sepakati 21 Februari, kemudian ada perubahan, pemerintah meminta tanggal 15 Mei. Tentunya ini perlu disimulasikan terkait dengan ini," ujar Lodewijk yang kerap disapa Luwi, di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (30/9).
Penetapan tanggal pelaksanaan Pemilu 2024, kata Lodewijk, akan berimplikasi terhadap tahapan-tahapan sebelum dan sesudahnya. Termasuk tenggat waktu setelah terpilihnya presiden dengan pelantikannya, yang biasa dijadwalkan pada Oktober.
"Juga perlu digladikan tentang kesiapan KPU, apakah dengan selesainya Pileg dan Pilpres yang dimulai tanggal 15. Diharapkan apakah ada satu calon atau dua calon atau tiga calon dan tidak ada pemilu tahap II, nah ini tentunya yang akan sangat mepet," ujar Lodewijk.
"Inilah yang tentunya harus digladikan antara pemerintah, KPU, dan DPR. Sehingga punya satu kesepakatan," tambahnya.
Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Arief Budiman mengatakan, waktu pemungutan suara yang diajukan KPU mempertimbangkan berbagai hal seperti penyelesaian sengketa hasil pemilu serta penetapan hasil pemilu dan jadwal pencalonan pilkada. KPU juga memastikan tidak ada tahapan pemilu dan pilkada krusial yang beririsan sehingga dapat mengurangi beban kerja penyelenggara ad hoc.
Hari pemungutan suara juga tidak bertepatan dengan kegiatan keagamaan. "Bulan apa pun, tanggal berapa pun yang kita pilih tentu masing-masing punya karakteristik dan tantangannya sendiri, termasuk pilihan yang dipilih oleh KPU pada bulan Februari, termasuk nanti usulan yang diajukan oleh pemerintah," ujar Arief.