REPUBLIKA.CO.ID, INDRAMAYU -- Penangkapan terhadap kepala Dinas Perumahan Kawasan Pemukiman dan Pertanahan (DPKP) Kabupaten Indramayu dan kepala bidang Kawasan Pemukiman oleh Kejaksaan Tinggi Jawa Barat, ditanggapi Bupati Indramayu, Nina Agustina. Dia mengapresiasi upaya penegakan hukum yang dilakukan oleh kejaksaan.
"Mari kita hormati proses penegakan hukum yang sedang dilakukan," ujar Nina, Jumat (1/10).
Kedua oknum pejabat yang ditangkap itu diduga terlibat dalam tindak pidana korupsi proyek penataan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Jatibarang, Kabupaten Indramayu. Proyek tersebut terjadi pada tahun anggaran 2019, atau sebelum Nina menjabat sebagai bupati Indramayu.
Nina menilai, perilaku kedua oknum aparatur sipil negara (ASN) tersebut sangat merugikan. Dia berharap, kasus serupa tidak terulang di masa kepemimpinannya ini.
Nina mengungkapkan, penangkapan itu telah menunjukan, masih terjadi tindak pidana korupsi di dalam penyelenggaraan birokrasi pemerintahan di Kabupaten Indramayu. "Kejadian ini sekaligus agar dapat dijadikan pembelajaran dan tidak boleh terjadi pada masa kepemimpinan saya," tegas Nina.
Nina menyatakan, sebagai kepala daerah, dirinya sudah melakukan upaya dan langkah, baik internal maupun eksternal, agar hal tersebut tidak terulang kembali. Seperti misalnya, melakukan pembenahan semua birokrasi serta mengupayakan agar pengadaan dari proyek dan penganggaran sesuai dengan aturan.
"Tidak boleh ada yang bermain-main soal anggaran negara (APBN), APBD Provinsi maupun APBD kabupaten," tegas Nina.
Nina kembali mengingatkan agar ASN bekerja sesuai dengan tupoksinya dan tidak mudah tergiur dan diiming-imingi. Dia pun mengakui, pejabat setingkat kadis/kabid termasuk pejabat yang memang banyak sekali godaan terkait kebutuhan ekonomi.
"Ada godaan untuk korupsi dan bisa dimusuhi kalau tidak ikutan, mungkin bisa seperti itu," kata Nina.
Seperti diketahui, Kadis Perumahan, Kawasan Pemukiman dan Pertanahan (DPKPP) Kabupaten Indramayu, S dan Kepala Bidang Kawasan Pemukiman di DPKPP Kabupaten Indramayu, BSM, ditahan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Barat, pada Rabu (29/9).
Dalam kasus itu, Kejati Jawa Barat juga menetapkan dua tersangka lainnya dari pihak swasta. Yakni, PPP selaku kontraktor dan N selaku makelar.