REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Setelah gagal panen karena kekeringan parah, petani di Maharashtra, India, kini memetik hasil lebih banyak lewat metode yang sederhana namun imajinatif. Krishna Narode (26 tahun) dari desa Gangapur di Negara Bagian Maharashtra di India barat, tampak sangat bersemangat saat mengamati lahan pertanian seluas empat hektar tempatnya membudidayakan berbagai tanaman dan buah-buahan, seperti pepaya, tebu, gandum, dan jahe.
Beberapa bulan lagi ia akan panen dan Narode tahu usahanya akan membuahkan hasil sejak ia berubah mengandalkan praktik pertanian alami.
"Saya berharap bisa menghasilkan setidaknya 600 ribu rupee (sekitar hampir Rp 200 juta) dari panen saya tahun ini. Pada tahun 2016, saya hanya menghasilkan sedikit uang, hingga nyaris menyerah. Namun berkat metode pertanian baru yang kami pelajari, hasilnya dapat membantu komunitas kami," kata Narode kepada DW.
Beberapa kilometer dari lahan pertaniannya, Mangala Maruti Waghmare, petani perempuan berusia 51 tahun, juga berharap memperoleh rejeki nomplok tahun ini dari hasil penjualan produk stik drum, olahan buah apel, dan mangga. "Buah saya enak dan akan dijual dua kali lipat dari harga pasar umum," kata Waghmare kepada DW.
Latur, salah satu distrik di Marathawada, adalah daerah rawan kekeringan. Daerah ini terkenal karena kelangkaan air dan tingginya tingkat bunuh diri para petani.
Lima tahun lalu, pihak berwenang harus mengerahkan kereta khusus untuk memasok air ke wilayah tersebut. Polisi bahkan dikerahkan untuk berjaga di luar penampungan air, waduk, dan titik distribusi.