REPUBLIKA.CO.ID, KOREA UTARA -- Dua hari setelah meluncurkan uji coba Rudal Hipersonik baru, Korea Utara kembali melakukan uji coba rudal anti-pesawat pada hari Kamis (30/9). Ini merupakan uji coba keempat dalam rangkaian uji coba senjata Korea Utara, selama kurun waktu sebulan.
Melansir BBC News, Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS), Anthony Blinken, memberikan respons terkait uji coba rudal tersebut. Menurutnya uji coba ini meningkatkan risiko lebih besar atas ketidakstabilan dan ketidakamanan.
Sementara Korea Utara menyatakan senjata ini diperlukan sebagai pertahanan diri, serta menuduh Amerika Serikat dan Korea Selatan melakukan standar ganda.
Tes yang dilakukan Korea Utara ini menandakan niat negara tersebut untuk terus mengembangkan senjatanya walau terdapat sanksi yang ketat.
Agensi Berita Sentral Korea (KCNA) menjelaskan bahwa rudal anti-pesawat baru milik Korea Utara menunjukkan kemampuan tempur yang "luar biasa” dan menjadi teknologi terbaru. Uji coba itu dilakukan sehari setelah Kim Jong-un memperpanjang kesepakatan damai bersyarat dengan Selatan. Dimana Kim mengatakan ingin memulihkan jalur komunikasi vital antara kedua Korea.
Kim juga menuduh Amerika Serikat menggembor-gemborkan keterlibatan diplomatik, tetapi itu menurutnya tidak lebih dari tipuan kecil untuk menipu masyarakat internasional dan menyembunyikan tindakan permusuhannya.
Beberapa analis percaya hal tersebut mengindikasikan Pyongyang yang ingin memisahkan Washington dan Seoul, dengan menjalin komunikasi dengan Korea Selatan tetapi memutuskan hubungan Amerika Serikat. Di sisi lain juga ada kemungkinan bahwa Korea Utara akan mengandalkan Seoul untuk mendesak Amerika Serikat meringankan sanksi.
Korea Utara terus meluncurkan rudal, hal ini dikarenakan mereka telah menjalani lebih dari satu tahun masa isolasi. Korea Utara juga menghentikan sebagian besar perdagangan dengan sekutu terdekatnya China akibat pandemi, dan ekonominya dianggap dalam keadaan yang mengerikan dengan kekurangan pangan yang menjadi perhatian nyata.
Tujuh bulan yang lalu, tepatnya di bulan Maret 2021, Korea Utara menentang sanksi dan menguji coba rudal balistik, yang memicu teguran keras dari AS, Jepang, dan Korea Selatan.
Pada bulan lalu, Badan Atom PBB juga mengatakan bahwa Korea Utara tampaknya telah memulai kembali sebuah reaktor yang dapat menghasilkan plutonium untuk senjata nuklir. Reaktor tersebut dinilai dalam perkembangan yang "sangat meresahkan".