REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi IV DPR Firman Soebagyo meminta, pemerintah melakukan konsolidasi terkait persoalan penolakan peternak terhadap penyaluran jagung subsidi di daerah karena dugaan harga yang terlalu tinggi.
"Sekarang lakukan konsolidasi. kemudian yang diutamakan adalah kepentingan masyarakat dulu," kata Firman, dalam keterangannya, Sabtu (2/1).
Untuk itu, Firman menyarankan, pemerintah menggerakkan industri usaha mikro kecil menengah (UMKM) menyangkut prioritas kebutuhan peternak unggas. Seperti, peredaran jagung harus dikendalikan pemerintah.
"Pemerintah mengatur secara ketat penerapan harga jagung batas bawah dan atas untuk menguntungkan petani maupun peternak unggas, serta membatasi harga bagi produk impor," katanya.
Sebelumnya, sejumlah anggota Koperasi Peternak Ayam Blitar mendapat kiriman jagung bersubsidi seharga Rp 4.500 per kilogram dari Kementerian Pertanian. Namun, jagung tersebut memiliki kadar air 25-29 persen. Sementara standar kadar air jagung layak untuk pakan ayam hanya 15 persen.
Ketua Pinsar Petelur Nasional, Yudianto Yosgiarso, mengatakan, meski tidak semua, tapi beberapa jagung ada yang basah dan kering. "Tapi dengan kondisi basah, peternak takut ambil,” katanya Jumat (1/10).
Yudianto mengatakan, meski sebagian basah, tapi hal ini adalah bagian dari membangun kemitraan dan kepercayaan antara gabungan kelompok tani dengan peternak. Dia meminta, komitmen pemerintah menyiapkan 30 ribu ton jagung harus segera terealisasi.
Saat ini, lanjut Yudianto, peternak masih kesulitan mencari pakan dari jagung, meski harganya Rp 5.300-Rp 5.700 per kg. Menurutnya, peternak sudah memberikan peringatan sulitnya memperoleh pasokan jagung sejak awal 2021, namun tidak digubris Kementerian Pertanian.
Seperti diketahui, pemerintah melalui Kementerian Perdagangan (Kemendag) dan Kementerian BUMN menugaskan Perum Bulog untuk memasok 30 ribu ton jagung pakan kepada peternak rakyat dengan harga yang sesuai dengan Harga Acuan Pemerintah (HAP) yaitu Rp 4.500 per kg. Hal ini menyusul protes seorang peternak dengan poster berisi keluhan tingginya harga jagung di pasaran.
Sementara itu Ketua Paguyuban Peternak Rakyat Nusantara Alvino Antonio mengatakan, masalah pakan unggas bukan karena jagungnya tidak ada, tapi harga jagungnya mahal. Harga yang beredar di pasar tidak sesuai dengan harga acuan Permendag No 7 Tahun 2020 yaitu Rp 4.500 per kg. Alvino dan peternak mempertanyakan surplus jagung yang tak selaras dengan harga di pasar yang tetap tinggi.
“Ditambah lagi peternak rakyat rugi karena harga jual telur nya di kandang sekitar Rp 14.500-Rp 15.000 per kg, sedangkan HPP mereka karena harga jagung di kisaran Rp 6.000-Rp 6.200 per kg, kemudian HPP peternak rakyat di Rp 21.000 per kg, jadi peternak menanggung kerugian antara Rp 6.000-Rp 7.000 per kg,” ujarnya.
Peternak, akhirnya menerima jagung dari mana saja asalkan harganya sesuai dengan acuan Permendag yaitu Rp 4.500 per kg. Dia mengatakan, aksi buang jagung oleh petani seperti di NTB sudah sering terjadi.
"Pemerintah saat ini belum ada impor jagung, kemarin info dari Kementan jagung lokal surplus sekitar 2,3 juta ton. Oleh karena itu dipertanyakan kalau surplus kenapa harga jagung Rp 6.200 per kilogram," katanya.
Sebelumnya pada acara panen jagung nusantara yang digelar di Desa Banjarsari, Kecamatan Kradenan, Kabupaten Grobogan, Mentan Syahrul Yasin Limpo mengatakan, produksi jagung nasional pada 2021 diperkirakan over stok 2,85 juta ton.