REPUBLIKA.CO.ID, TURIN -- Matthijs de Ligt terus berkembang sebagai salah satu bek tengah jempolan. Pada usia yang baru menyentuh angka 22, ia sudah menjadi andalan di tim nasional Belanda dan Juventus.
Khusus di Juve, De Ligt memiliki panutan berkelas. Ia langsung belajar dari dua palang pintu senior. Mereka adalah Giorgio Chiellini dan Leonardo Bonucci.
"Mereka mengatakan kepada saya, penting untuk memiliki kekuatan fisik. Bahwa saya bagus dalam menguasai bola, tetapi harus tetap fokus dan tenang," kata wonderkid de Orange ini kepada DAZN, dikutip dari Football Italia, Sabtu (2/10).
Menurut De Ligt, jika seorang pemain menunjukkan ketenangan, bisa dirasakan oleh tim secara keseluruhan. Hasilnya, ia dan rekan-rekannya bermain lebih baik. Ia berproses untuk konsisten berada di level itu.
Selanjutnya, ia membahas hubungannya dengan pelatih Massimiliano Allegri. Sang bek mengaku senang bekerja sama dengan Allegri. Berjalannya waktu, ia mulai memahami karakteristik allenatore kelahiran Livorno itu.
Menurut De Ligt, satu-satunya yang terpenting bagi mentornya adalah kemenangan. Kendati untuk mencapai hal tersebut, Juve tidak bermain bagus. Ia tak peduli.
Secara individu, De Ligt merasa lebih berkembang. Ia memahami taktik yang berbeda. Dari sisi mentalitas pun, ia dituntut untuk selalu membawa timnya meraih hasil maksimal.
"Dia pelatih dengan pengalaman hebat. Dia memenangkan banyak hal di Juve dan Milan," ujar pemilik 31 caps timnas Belanda ini.
De Ligt telah berhadapan dengan banyak striker jempolan. Tapi ada satu yang paling dinantikannya untuk menjadi lawan. Ia tertantang berduel dengan Robert Lewandowski.
De Ligt memahami, Lewandowski tak selalu tampil baik. Tapi striker Bayern Muenchen itu memiliki insting yang bagus dalam urusan menggetarkan jala lawan.