REPUBLIKA.CO.ID, TAIPEI -- Taiwan melaporkan 38 pesawat terbang China menerobos wilayah pertahanannya pada Jumat (1/10). Tindakan tersebut dilakukan ketika Beijing merayakan berdirinya Republik Rakyat China.
Pesawat masuk dalam dua gelombang dan disebut Taiwan sebagai gangguan terbesar yang dilakukan China terhadap mereka. Taiwan, yang diklaim China sebagai bagian dari negaranya, telah lama mengeluhkan ulah angkatan udara China di dekat pulau yang diperintah secara demokratis itu.
Aksi itu seringkali dilakukan di bagian barat daya zona pertahanan udara China dekat Kepulauan Pratas yang dikuasai Taiwan. Kementerian Pertahanan Taiwan pertama kali melaporkan pesawat tempur Taiwan mengusir 18 jet tempur J-16 dan empat jet tempur Su-30 ditambah dua pesawat pengebom H-6 berkemampuan nuklir dan sebuah pesawat anti-kapal selam.
Kemudian pada Sabtu dini hari, kementerian itu mengatakan 13 pesawat China terlibat dalam misi pada Jumat malam. Rinciannya adalah 10 jet tempur J-16, 2 pesawat pengebom H-6 dan satu pesawat pemberi peringatan dini.
Taiwan mengirim pesawat tempur untuk memperingatkan pesawat-pesawat China itu. Sementara sistem rudal dikerahkan untuk memantau para penyusup itu.
Kepulauan Pratas
Gelombang pertama pesawat China semuanya terbang di daerah yang dekat dengan Kepulauan Pratas. Dua di antaranya adalah pengebom dan terbang paling dekat dengan pulau karang itu, menurut peta yang dikeluarkan oleh kementerian tersebut.
Kelompok kedua terbang ke Selat Bashi yang memisahkan Taiwan dari Filipina. Wilayah ini merupakan jalur laut utama yang menghubungkan Pasifik dengan Laut Cina Selatan yang disengketakan.
China belum berkomentar atas tindakannya itu. Sebelumnya mereka mengatakan bahwa penerbangan semacam itu digelar untuk melindungi kedaulatan negara dan ditujukan untuk memantau persekongkolan antara Taiwan dan Amerika Serikat, pendukung internasional terpenting pulau itu.
Gangguan terbesar sebelumnya terjadi pada Juni, yang melibatkan 28 pesawat angkatan udara China. Aksi terbaru China muncul kurang dari sehari setelah pemerintahnya melancarkan kecaman terhadap menteri luar negeri Taiwan.
Dengan mengutip pemimpin revolusioner Mao Zedong, China mencela Menlu Taiwan sebagai "lalat berisik". China telah meningkatkan tekanan militer dan politik untuk memaksa Taiwan menerima kedaulatan China.
Taiwan mengatakan pihaknya adalah negara merdeka dan akan mempertahankan kebebasan dan demokrasinya.