Sabtu 02 Oct 2021 19:28 WIB

Pengacara Wanita Muslim yang Melawan Penindasan di Rusia

Pengacara wanita Muslim ini berupaya agar tak ada penindasan.

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Muhammad Hafil
Lilya Hemedzhy, Pengacara Wanita Muslim yang Melawan Penindasan di Rusia.
Foto: Euromaidanpress
Lilya Hemedzhy, Pengacara Wanita Muslim yang Melawan Penindasan di Rusia.

REPUBLIKA.CO.ID,MOSKOW -- Ketika Rusia menduduki Krimea pada 2014, banyak Tatar Krimea beremigrasi untuk menghindari penganiayaan. Di antara mereka, ada yang memilih untuk menjadi pengacara, seperti Lilya Hemedzhy, yang berusaha untuk menyelamatkan orang-orang agar tidak ditahan dan disiksa.

Namun, perjuangan Lilya untuk melakukan itu amatlah sulit. "Kita semua tahu betul. Betapapun kompeten, benar, dan cermatnya seseorang mendekati kasus tertentu, jika ada perintah, pasti akan ada dakwaan," tutur Lilya dilansir dari laman Euromaidan Press, Sabtu (2/10).

Baca Juga

Dia mengatakan, publisitas sangat penting agar para tahanan politik tidak disiksa. "Inilah yang membuat air mataku menetes. Tidak hanya penangkapan itu sendiri tetapi mungkin juga ketidakberdayaan saya dan karena hampir tidak mungkin untuk memberikan bantuan di negara ini (Rusia)," tambahnya.

Lilya telah pengacara Tatar Krimea sejak 2014 dan dia tanpa lelah membela rekan senegaranya yang menjadi sasaran penganiayaan politik oleh Federasi Rusia. Motivasinya sederhana, "Saya ingin membantu orang-orang saya dan semua orang yang tinggal di Krimea. Sehingga mereka bebas dari penganiayaan, bebas bergerak, berwirausaha, dan berekspresi."

Dengan kepala tegak, bahu tegak, dan suara menegur, dia terus menghadapi sistem represi Kremlin. "Anak muda, jangan pergi, tolong, mengapa kamu begitu pemalu," kata Lilia pada salah satu polisi yang pergi setelah campur tangan yang tidak berdasar dalam salah satu pertemuan Solidaritas Krimea di kota Sudak.

Di sana, polisi OMON dan penyelidik dengan anjing masuk tanpa peringatan. Dia mencoba menuliskan nomor lencana polisi saat mereka secara acak mulai meminta dokumen identitas para hadirin.

Menjadi pengacara di semenanjung yang diduduki Rusia, seperti wilayah lain yang dikuasai Rusia, berarti harus siap ditangkap dalam perjalanan dari rumah ke kantor. Hal ini terjadi pada rekan Lilia, Emil Kurbedinov pada 6 Desember 2018. Dia mengunggah ulang postingan Facebook yang dipermasalahkan oleh pihak berwenang.

"Ini juga berarti membuat jendela kantor Anda pecah oleh orang yang tidak dikenal, atau polisi memberikan peringatan bahwa bahkan satu piket pun dilarang," ucap Lilya.

Suatu ketika, Lilya, Emil Kurbedinov, dan rekan pengacara mereka Edem Semedlyayev dan koordinator Solidaritas Krimea Dilyaver Memetov menerima peringatan ini meskipun mereka tidak memiliki rencana untuk mengadakan piket semacam itu.

Peringatan tersebut merupakan tindakan intimidasi karena mereka mewakili di pengadilan dan berkonsultasi dengan 76 aktivis yang pada Oktober 2017 berdiri di jalan-jalan dengan poster yang mengatakan Tatar Krimea bukan teroris. "Tapi sejak kapan nasihat hukum menjadi ilegal di wilayah Federasi Rusia?," kata Lilia.

Dalam beberapa kasus, membela hak asasi manusia di Krimea yang diduduki Rusia berarti masuk penjara. Seperti yang terjadi pada Server Mustafayev, seorang pembela hak asasi manusia Krimea, yang dituduh melakukan terorisme yang tidak pernah dilakukannya. Sekarang dia menghadapi hingga 20 tahun di balik jeruji besi.

Lilya mengatakan bahwa tindakan represif Putin menjadi bumerang. "Tidak mungkin menakuti orang dengan menghidupkan mesin represif. Anda hanya akan membangkitkan perasaan mereka yang sampai sekarang tetap rendah hati," katanya.

Maka tak heran pihak berwenang Rusia di Krimea memandang Lilya sebagai pengganggu, karena ia memilih kekuatan menyatukan orang. Misalnya pada 2017, 76 pengunjuk rasa yang menyuarakan "Tatar Krimea bukan teroris" yang kemudian berujung pada masalah hukum.

Dalam kondisi itu, Lilya ingin memastikan mereka mendapatkan pengacara. Banyak yang berminat untuk membela mereka namun jumlahnya tidak cukup. Akhirnya Lilya menemukan 20 orang yang peduli dengan represi politik namun tidak memiliki latar belakang yurisprudensi. Mereka diberikan pelatihan dan mempelajari dasar-dasar proses, bagaimana mengajukan surat perintah atau menanggapi tuduhan tertentu.

Hasilnya, mereka meraih kemenangan mutlak dalam realitas Krimea, tidak ada yang ditangkap, dan semuanya lolos dengan denda. Penganiayaan Rusia terhadap pengacara dan pembela hak asasi manusia bukanlah hal baru. Pendekatannya sama, hanya metodenya saja yang berbeda.

Sumber

http://euromaidanpress.com/2021/10/01/one-muslim-womans-fight-against-russias-persecution-of-her-people-in-occupied-crimea/

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement