REPUBLIKA.CO.ID -- Oleh M Nursyamsi, Novita Intan, Lida Puspaningtyas
Ada dua peristiwa penting dan bersejarah dalam industri finansial di Tanah Air selama September ini. Pertama, resmi terbentuknya Holding Ultramikro yang melibatkan tiga Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yakni Bank Rakyat Indonesia (BRI), Pegadaian, dan Permodalan Nasional Madani (PNM).
Penandatanganan Akta Inbreng saham pemerintah pada Pegadaian dan PNM sebagai penyertaan modal negara kepada BRI selaku induk holding digelar di Jakarta pada Senin (13 September 2021).
Penandatanganan dilakukan Menteri BUMN Erick Thohir bersama dengan Direktur Utama BRI Sunarso dan dihadiri Direktur Utama Pegadaian Kuswiyoto, dan Direktur Utama PNM Arief Mulyadi serta Wakil Direktur Utama BRI yang sekaligus sebagai Ketua PMO (Project Management Office) Tim Privatisasi BRI Catur Budi Harto.
Peristiwa kedua, rights issue BRI menjadi yang terbesar dalam sejarah pasar modal Indonesia. Pada Rabu (29 September 2021) BRI melakukan rights issue di Bursa Efek Indonesia dengan nilai mencapai Rp 95,9 triliun. Rights issue ini pun terkait dengan pembentukan holding ultra mikro BUMN.
BEI mencatat rights issue BRI merupakan penggalangan dana terbesar sepanjang sejarah Bursa, bahkan masuk lima besar tertinggi di Asia Tenggara.
Holding ultra mikro (UMi) BRI, Pegadaian, dan PNM menjadi sangat penting di tengah tantangan ekonomi yang berat selama pandemi yang diawali kondisi ekonomi global yang tidak bagus.
Mengapa pembentukan holding ultra mikro ini menjadi penting dan investor begitu gegap gempita menyambut rights issue-nya?
Menteri BUMN Erick Thohir mengungkap sejumlah keuntungan dari pembentukan holding UMi ini. Pertama, kata Erick, akses pembiayaan bagi para pelaku ultramikro dan UMKM makin diperluas, supaya bisa menyentuh semua kalangan di seluruh Tanah Air.
Saat ini, hanya 50 persen dari 60 juta nasabah ultramikro di segmen terbawah mempunyai akses pembiayaan formal. Dengan holding ini, Kementerian BUMN ingin bisa memfasilitasi 30 juta nasabah baru sektor ultra mikro dan UMKM.
Rasio kredit UMKM di perbankan pun dinaikkan dari 20 persen menjadi 30 persen pada 2024. Dengan ekspansi holding Umi, pada 2022 rasio kredit UMKM bisa naik ke level 22 persen.
Kedua, jelas Erick, holding ultra mikro mampu memberikan dana murah bagi masyarakat. Apalagi, dalam simulasi yang sudah dilakukan ketiga BUMN itu mampu menurunkan cost of funds atau biaya dana.
Dengan dukungan pendanaan kuat dari BRI, biaya dana dari PNM dan Pegadaian bisa diturunkan secara signifikan. Dampaknya, masyarakat akan mendapat fasilitas dana murah dari holding ultra mikro ini dari sebelumnya, yang artinya ekonomi makin deras bergerak dari bawah.
Ketiga, menurut Erick, holding memberikan dampak positif bagi negara di mana ada pemasukan baru. Kementerian BUMN tentu ingin memberikan kontribusi besar kepada negara meski menghadapi tantangan berat pandemi covid-19.
Keempat, Erick menyatakan holding UMi menciptakan efisiensi dalam konteks jaringan di mana Pegadaian tidak perlu menyewa atau membangun unit-unit baru untuk ekspansi. Pegadian bisa memanfatkan unit-unit desa milik BRI.
Pegadaian cukup membangun counter dan self deposit untuk menyimpan emas atau barang gadai lainnya sehingga biaya pembukaan kantor Pegadaian ke depan akan jauh lebih murah.
Kelima, Erick Thohir mengatakan holding ultra mikro merupakan bukti keberpihakan pemerintah terhadap sektor usaha kecil yang mengalami tekanan akibat dampak pandemi.
"Kita bisa lihat perbedaan yang signifikan bagaimana ketika krisis ekonomi 98 lebih kepada krisis finansial, tapi hari ini krisis covid yang terjadi memang sangat berdampak buat UMKM dan ultra mikro," ujar Erick.
Erick memastikan keseimbangan ekonomi harus menjadi program utama holding ultra mikro. Erick mengapresiasi BRI yang telah mengurangi alokasi pendanaan untuk korporasi dari 40 persen menjadi 18 persen. Erick juga memuji agen BRILink yang mampu membuka akses perbankan kepada para pelaku usaha ultra mikro.
Berdasarkan data Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, jumlah UMi di Indonesia mencapai 63,4 juta dari total 64,2 juta unit usaha pada 2018. UMi menyerap 107,4 juta atau 89,04% dari total tenaga kerja nasional.
Kontribusi UMi terhadap produk domestik bruto (PDB) juga tertinggi kedua setelah Unit Usaha Besar (UB), berdasarkan data Kemenkop-UKM. Nilainya mencapai Rp 5.303,1 triliun atau 37,77% dari total PDB atas dasar harga berlaku pada 2018.