REPUBLIKA.CO.ID,ALJIR – Aljazair telah menutup wilayah udaranya untuk pesawat militer Prancis. Langkah itu diambil setelah negara tersebut mengecam pidato Presiden Prancis Emmanuel Macron perihal masa lalu kolonialisme di Aljazair.
Seorang juru bicara Angkatan Bersenjata Prancis mengungkapkan, Aljazair telah menutup wilayah udaranya untuk dua penerbangan. “Tapi itu tidak akan memiliki konsekuensi besar untuk operasi di wilayah Sahel (selatan Aljazair),” ucapnya pada Ahad (3/10).
Prancis memiliki sekitar 5.000 tentara di wilayah Sahel. Mereka bertempur bersama militer regional melawan kelompok-kelompok militan, terutama di Mali dan Niger. Pada Sabtu (2/10) lalu, Aljazair telah menarik duta besarnya untuk Prancis. Itu merupakan responsnya atas pernyataan Macron yang menyebut bahwa sistem politik-militer Aljazair telah menulis ulang sejarah kolonisasinya oleh Prancis berdasarkan kebencian terhadap negara tersebut.
“Pernyataan Macron adalah penghinaan yang tak dapat diterima untuk mengenang lebih dari 5,63 juta martir yang mengorbankan diri mereka dengan perlawanan gagah berani melawan kolonialisme Prancis (antara 1830-1962),” kata Kantor Kepresidenan Prancis pada Sabtu, dikutip Anadolu Agency.
Aljazair mengungkapkan, banyak kejahatan kolonial yang dilakukan Prancis adalah genosida terhadap rakyatnya. Aljazair menegaskan, ia menolak intervensi dalam urusan internal negaranya.
Pada Kamis (30/9) lalu, Macron membuat pernyataan tentang Aljazair. Ia menyalahkan negara tersebut atas kebencian terhadap Prancis. Macron pun sempat mempertanyakan eksistensi Aljazair. “Apakah ada negara Aljazair sebelum penjajahan Prancis? Itu yang jadi pertanyaan,” ucapnya.
Sebuah sumber di pemerintahan Aljazair mengatakan komentar tentang eksistensi Aljazair sebagai sebuah negara telah memicu kemarahan tertentu. Elite penguasa Aljazair sejak kemerdekaan sebagian besar terdiri dari para veteran perang pembebasannya dari Prancis.