Senin 04 Oct 2021 10:35 WIB

Merck Luncurkan Obat Covid-19, Ini Respons Guru Besar FKUI

Molnupiravir diklaim mampu mengobati penderita Covid-19.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Mas Alamil Huda
Obat Covid-19 (ilustrasi).
Foto: www.freepik.com
Obat Covid-19 (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Guru Besar FKUI Tjandra Yoga Aditama memantau obat Covid-19 yang dibuat oleh perusahaan asal Amerika Serikat, Merck. Obat bernama molnupiravir diklaim mampu mengobati penderita Covid-19.

Prof Tjandra menyebut molnupiravir ialah obat antiviral yang dalam hasil penelitian interimnya menunjukkan penurunan sebesar 50persen angka perawatan di rumah sakit (RS) serta juga mencegah kematian akibat Covid-19, pada pasien derajat ringan dan sedang. datanya menunjukkan 7,3 persen pasien (28 orang) yang mendapat molnupiravir dirawat di rumah sakit sampai hari ke-29 penelitian. 

Sementara itu, pada mereka yang tidak mendapat molnupiravir atau dapat plasebo saja ada 53 orang  (14,1 persen) yang harus masuk RS. Selain data masuk RS, pada mereka yang tidak dapat molnupiravir ada 8 orang yang meninggal. 

"Dari yang mendapat molnupiravir memang tidak ada yang meninggal sampai hari ke-29 penelitian ini dilakukan," kata Prof Tjandra dalam keterangan pers, Senin (4/10).

Prof Tjandra mengamati sampel penelitian molnupiravir Covid-19 mereka yang berjala ringan dan sedang, dengan onset gejala paling lama 5 hari. Hasil penelitian ini juga menunjukkan data pada 40 persen sampelnya bahwa efikasi molnupiravir bisa konsisten pada berbagai varian yang ditemukan, yaitu Gamma, Delta, dan Mu. 

"Secara umum efek samping adalah seimbang antara yang dapat molnupiravir dan plasebo, yaitu 35persen dan 40 persen. Sampel penelitian ini mempunyai setidaknya satu faktor risiko, atau yang biasa kita kenal dengan komorbid. Yang paling sering adalah obesitas, diabetes mellitus, penyakit jantung dan juga usia tua (>60 tahun)," ujar mantan direktur WHO Asia Tenggara itu.

Prof Tjandra mendapati informasi hasil interim uji klinik fase 3 molnupiravir akan jadi dasar izin edar dalam bentuk Emergency Use of Authorization (EUA) ke BPOM Amerika Serikat (US-FDA). Namun ia menyampaikan pada April 2021 uji klinik obat molnupiravir sempat dihentikan pada pasien yang dirawat di rumah sakit karena tidak menunjukkan hasil yang baik.

"Waktu bulan April itu diputuskan penelitian diteruskan hanya pada mereka yang belum masuk rumah sakit, yang hasilnya baru diumumkan 1 Oktober ini," ucap Mantan Dirjen P2P & Ka Balitbangkes itu.

Di sisi lain, Prof Tjandra mengungkapkan ada banyak pembicaraan tentang obat Covid-19 sejak tahun lalu. Ia mengamati ada berbagai obat yang awalnya dianggap menjanjikan, tetapi sesudah dilakukan penelitian mendalam, maka obat-obat itu ternyata tidak terbukti memberi manfaat yang bermakna.

"Memang sudah banyak juga dilakukan penelitian untuk mendapatkan obat anti viral yang tidak perlu disuntik, dalam bentuk oral saja," tutur Prof Tjandra.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement