Senin 04 Oct 2021 18:05 WIB

Komnas Perempuan Sebut Pelaporan Melonjak di Masa Pandemi

Kekerasan seksual di ranah online juga mengalami peningkatan.

Rep: Febrianto Adi Saputro/ Red: Agus raharjo
Wakil Ketua Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) Masruchah (kanan) bersama Ketua Komnas Perempuan, Andy Yentriyani (kiri) menjawab pertanyaan wartawan.
Foto: ANTARA/Dhoni Setiawan
Wakil Ketua Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) Masruchah (kanan) bersama Ketua Komnas Perempuan, Andy Yentriyani (kiri) menjawab pertanyaan wartawan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komnas Perempuan, Andy Yentriyani, mengungkapkan bahwa laporan yang diterima Komnas Perempuan melonjak di masa pandemi. Bahkan laporan tahun ini melebihi dari jumlah laporan yang masuk di tahun 2020 lalu.

"Data terakhir sampai bulan Juni itu sudah 2.592 kasus yang berarti lebih dari total kasus yang kami terima tahun 2020 lalu," kata Andy dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi III DPR, Senin (4/10).

Sementara hingga awal Oktober ini, Komnas Perempuan sudah menerima sekitar 4200 kasus. Temuan tersebut mengkonfirmasi berbagai kajian yang mengatakan bahwa pandemi Covid-19 berdampak pada ketegangan di dalam keluarga.

"Di masa pandemi seperti yang diprediksi karena sebagian besar masih kekerasan di ranah personal, jadi 60 persen dari data yang diadukan ini berkesesuain dengan berbagai kajian mengenai bagaimana pandemi Covid memberikan dampak baru ketegangan di dalam keluarga," ujarnya.

Andy mengatakan peningkatan kekerasan seksual terjadi baik di ranah personal maupun di ranah publik. Bahkan laporan kekerasan seksual yang kerap diterima Komnas Perempuan terjadi di lembaga pendidikan dan di tempat kerja. Andy menambahkan, kekerasan seksual di ranah online juga mengalami peningkatan.

"(Kekerasan seksual di ranah online) Ini naik tiga kali lipat berkesesuaian juga bagaimana masyarakat di masa pandemi ini banyak berinteraksi dengan daring. Tapi yang paing banyak adalah pelecehan seksual, revenge porn jadi balas dendam dengan materi seksual yang dimiliki dan juga pemerasan seksual," ucapnya.

Terakhir, Komnas Perempuan juga kerap menerima laporan kasus berlarut. Misalnya kasus yang diadukan ke kepolisian namun tidak diselesaikan bahkan sampai kadaluarsa.

"Kemudian konflik sumber daya alam tidak pernah ada yang baru biasanya sudah hampir satu dekade dan tidak selesai, ataupun konflik agraria yang baru berkaitan dengan program-program infrastruktur yang sedang dikembangkan," ujarnya.

"Juga tentang kriminalisasi korban-korban pembela HAM ini termasuk perempuan korban KDRT dan kekerasan seksual misanya perkosaan, kemudian diajukan lagi dengan pencemaran nama baik," tambah Andy.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement