REPUBLIKA.CO.ID, AMMAN – Raja Yordania Abdullah II membantah laporan Pandora Papers soal adanya ketidakwajaran dalam pembelian rumah mewahnya di luar negeri. Dia menekankan tidak ada dana publik yang digunakan untuk properti tersebut.
“(Pembelian) properti ini tidak dipublikasikan karena masalah keamanan dan privasi, bukan karena kerahasiaan atau upaya untuk menyembunyikannya seperti apa yang diklaim oleh laporan (Pandora Papers) ini,” kata Jordan Royal Court dalam sebuah pernyataan pada Senin (4/10).
Menurut mereka, informasi yang disebarkan Pandora Papers perihal pembelian properti merupakan pelanggaran keamanan mencolok dan ancaman bagi keselamatan Raja Abdullah. “Langkah-langkah untuk menjaga privasi sangat penting untuk posisi kepala negara Yang Mulia,” ucapnya.
Pandora Papers disusun oleh the International Consortium of Investigative Journalists. Di dalamnya, mereka melaporkan ratusan pemimpin dunia, politisi kuat, miliarder, selebritas, pemimpin agama, termasuk bandar narkoba telah menyembunyikan investasi mereka ke rumah-rumah mewah, properti tepi pantai eksklusif, kapal pesiar, dan lainnya.
Laporan tersebut didasarkan pada tinjauan terhadap hampir 12 juta file yang diperoleh dari 14 perusahaan berlokasi di seluruh dunia. Diberi nama Pandora Papers karena temuan tersebut menjelaskan transaksi tersembunyi para elite politik dan koruptor yang belum terungkap atau terpublikasi sebelumnya.
Dalam Pandora Papers disebutkan para penasihat Raja Abdullah II membantunya mendirikan puluhan perusahaan cangkang dari 1995-2017. Mereka pun membantu raja membeli 14 rumah senilai lebih dari 106 juta dolar AS di AS dan Inggris. Salah satu properti yang dibeli berada di Kalifornia dengan nilai 23 juta dolar AS.
Properti dengan pemandangan laut itu dibeli pada 2017 melalui perusahaan British Virgin Islands. Para penasihat tersebut diidentifikasi sebagai akuntan Inggris di Swiss dan pengacara di Kepulauan Virgin Inggris.