REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Perhimpunan Ahli Epidemiologi Indonesia (PAEI) Hariadi Wibisono menegaskan, Molnupiravir masih diuji klinis. Artinya, saat ini belum bisa diperjual belikan. Molnupiravir dikenalkan perusahaan farmasi, Merck, sebagai obat antivirus Covid-19.
Molnupiravir diyakini bisa mengurangi risiko gejala berat dan kematian pada pasien hingga 50 persen. "Saya kira selama masih uji klinis, obat belum bisa dijual belikan. Untuk indonesia, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) pasti tak memberi izin edar ayau pakai," ujarnya saat dihubungi Republika.co.id, Senin (4/10).
Oleh karena itu, ia meminta masyarakat tak euforia, bahkan memilih tidak divaksin Covid-19. Ia menjelaskan, Molnupiravir adalah obat yang dipakai setelah seseorang mengalami sakit. Sedangkan vaksin diberikan untuk mencegah orang jadi sakit.
"Artinya obat untuk upaya kuratif dan vaksin untuk preventif," katanya.
Sebelumnya, Merck memperkenalkan obat antivirus Covid-19 yakni Molnupiravir yang bisa mengurangi risiko gejala berat dan kematian pada pasien hingga 50 persen. Pengobatan Covid-19 yang baru dan efektif, jika disetujui oleh regulator kesehatan, dapat menjadi 'senjata' baru bagi dokter untuk merawat pasien Covid-19 dan pada akhirnya dapat menyelamatkan nyawa.
Awalnya obat ini dikembangkan sebagai obat influenza dengan dosis pemberian dua kali sehari selama lima hari. Obat antivirus Molnupiravir, atau MK-4482/EIDD-2801, dirancang untuk diberikan secara oral. Molnupiravir sedang dikembangkan perusahaan bioteknologi Ridgeback Biotherapeutics bekerja sama dengan perusahaan farmasi Merck.