REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Pusat (Sekjen DPP) Partai Priboemi, Heikal Safar prihatin dengan Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Jenderal (Purn) Moeldoko yang hingga saat ini terus berkonflik dengan internal DPP Partai Demokrat. Apalagi, kedua pihak saling melaporkan hingga berujung gugatan di Mahkamah Agung (MA).
Heikal memiliki langkah konkret untuk meredam dan menghentikan konflik politik yang melibatkan eks Panglima TNI dengan ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat Jenderal (Purn) Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Caranya dengan menawarkan agar Partai Priboemi diambil alih Moeldoko agar tidak berseteru lagi dengan pengurus Demokrat.
"Saya ingin menghibahkan Partai Priboemi kepada Jenderal TNI (Purn) Moeldoko dan seluruh pendukungnya," kata Heikal kepada sejumlah awak media massa di Jakarta Selatan, Senin (4/10).
Partai Priboemi dideklarasikan oleh almarhum eks Panglima TNI Jenderal (Purn) Djoko Santoso, yang merupakan senior Moeldoko. Pendirian partai bertepatan pada hari kemerdekaan Republik Indonesia pada 17 Agustus 2015 di Grand Sahid Hotel Jakarta. Adapun kala itu, Djoko ditunjuk sebagai Dewan Pembina Partai Priboemi.
Partai Priboemi adalah partai nasionalis yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Saat ini, pengurusnya telah tersebar di seluruh Indonesia, dengan memiliki visi ke depan memperjuangkan masyarakat pribumi agar dapat menjadi tuan rumah di negeri sendiri.
Heikal menegaskan, niatannya menghibahkan Partai Priboemi kepada Moeldoko didasarkan niat tulus dan ikhlas, serta rasa empati yang mendalam. Dia tidak ingin dua jenderal TNI itu terlibat konflik. Dia menyebut, jika kedua tokoh nasional eks petinggi TNI tersebut masih saja berkonflik politik, bisa berdampak musnahnya keteladanan berdemokrasi di mata publik nasional maupun internasional.
Dia pun menyarankan lebih baik Moeldoko mengalah saja dalam konflik di Demokrat, untuk menang. Caranya dengan menerima tawaran agar berlapang dadang menjadi ketua umum Partai Priboemi.