REPUBLIKA.CO.ID, PALANGKARAYA -- Anggota DPD, Agustin Teras Narang, menyampaikan keprihatinannya ke Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Tjahjo Kumolo, tentang ASN sekaligus kepala dinas di Kabupaten Katingan, Provinsi Kalimantan Tengah, yang dimarahi secara keras di depan umum oleh Menteri Sosial, Tri Rismaharini. Ia menilai Risma seharusnya bisa lebih bijak saat menegur.
"Teguran itu menurut pandangan saya, tidak tepat dilakukan oleh seorang pejabat yang diminta oleh presiden untuk membantu tugasnya selaku kepala pemerintahan dalam bidang sosial," kata Narang, saat Rapat Kerja Komite I DPD dengan Kumolo dan Plt Kepala BKN di DPD, Senin (4/10). Menurut Narang, Gubernur Kalimantan Tengah periode 2005-2015, prinsip saling menghormati dan tutur kata arif, yaitu "di mana Bumi dipijak, di situ langit dijunjung", hendaknya dimaknai dan diterapkan pejabat negara.
"Saya paham tugas (menteri sosial) itu tidak mudah. Namun saling hormat-menghormati dengan cara yang tepat, adalah sangat arif dan bijaksana dalam negara kesatuan Republik Indonesia yang kita cintai ini," kata dia.
Berita dan rekaman video tentang Risma yang marah-marah secara keras di depan umum kepada jajaran-jajaran di bawahnya langsung ataupun tidak langsung sudah beberapa kali beredar. Ketegasan Risma terjadi di semua jabatan yang dia emban, mulai dari Wali Kota Surabaya hingga menjadi Menteri Sosial.
Dalam rapat kerja itu, wakil rakyat dari KalimantanTengah ini juga memberikan pandangan terkait pentingnya dibuat batasan waktu masa jabatan pejabat sementara di daerah, menempatkan pejabat dalam birokrasi di daerah sesuai kompetensi. Serta segera penempatan jabatannya untuk mendorong efektivitas dan efisiensi pelayanan publik.
Ia juga menyampaikan pandangan terkait pemindahan Ibu Kota Negara ke Provinsi Kalimantan Timur. Ia mengingatkan agar seluruh pihak, termasuk pemerintah, menjadi realistis dalam melihat rencana pemindahan itu. Dengan kondisi pandemi dan masalah yang dihadapi bangsa ini, kata dia, baik dari sisi perekonomian, kesehatan, dan keuangan negara, tentu rencana ini mesti ditinjau kembali.
"Terlebih sisa waktu efektif kepemimpinan Presiden Joko Widodo saat ini tinggal sekitar 2,5 hingga tiga tahun lagi, yang dalam hemat saya tidak memadai untuk sebuah agenda besar," kata Narang. Kumolo secara khusus pun memberikan tanggapan Narang terkait rencana pemindahan Ibu Kota Negara itu.
Ia menyatakan, Presiden Joko Widodo juga sebenarnya realistis, sehingga memprioritaskan pembangunan infrastruktur kesehatan terlebih di tengah pandemi. "Meski catatan beliau, disampaikan bahwa arah menuju ke pemindahan ini mesti dilakukan, kendati mungkin akan berlangsung secara berkelanjutan dalam 15 tahun ke depan," kata Kumolo.